Bagikan:

JAKARTA - Korea Utara bersedia untuk melanjutkan kembali pembicaraan denuklirisasi dengan Amerika Serikat (AS), namun dengan mengajukan sejumlah syarat menurut anggota parlemen Korea Selatan, Selasa waktu setempat.

Syarat yang diajukan Pyongyang antara lain pencabutan sanksi internasional yang melarang ekspor logam, impor bahan bakar olahan hingga kebutuhannya dicabut, sebelum memulai kembali pembicaraan denuklirisasi.

Korea Utara juga menuntut pelonggaran sanksi atas impor barang-barang mewahnya untuk dapat membawa minuman keras dan jas, kata anggota parlemen setelah diberi pengarahan oleh badan intelijen utama Korea Selatan, seperti mengutip Reuters Selasa 3 Agustus.

Pengarahan itu dilakukan seminggu setelah kedua Korea memulihkan hotline yang dihentikan Korea Utara setahun lalu. Sementara, media pemerintah Korea Utara pada Hari Selasa tidak menyebutkan permintaan pencabutan sanksi, untuk memulai kembali pembicaraan.

Para legislator Korea Selatan mengatakan, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in telah menyatakan kesediaan untuk membangun kembali kepercayaan dan meningkatkan hubungan sejak April, dengan Pemimpin Kim telah meminta untuk menghubungkan kembali hotline.

korea utara
Uji coba penembakan rudal KN-23 milik Korea Utara tahun 2013. (Sumber: Rodong Sinmun via missilethreat.csis.org)

Mereka juga mengatakan, Korea Utara membutuhkan sekitar 1 juta ton beras, karena ekonominya terpukul oleh pandemi virus corona dan cuaca buruk tahun lalu. Pekan lalu, Bank Sentral Korea Selatan menyebut ekonomi Korea mengalami kontraksi terbesar dalam 23 tahun terakhir pada tahun 2020, akibat sanksi PBB, penguncian COVID-19 dan alam.

Presiden Moon menjadikan peningkatan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Korea Utara sebagai prioritas utama, sementara Amerika Serikat telah lama bersikeras bahwa hubungan dengan Korea Utara tidak dapat ditingkatkan sampai negara itu menghentikan program nuklir dan misilnya.

Sebelumnya, Korea Utara telah melakukan enam uji coba nuklir sejak 2006 dan uji coba rudal yang mampu menghantam Amerika Serikat. Ini membuat Dewan Keamanan PBB mengeluarkan berbagai sanksi terhadap Korea Utara, termasuk entitas dan individu di negara tertutup itu, karena mengejar program rudal nuklir dan balistiknya yang bertentangan dengan resolusi PBB.

Di tahun 2018, Presiden Amerika Serikat ketika itu Donald Trump, menggelar pembicaraan dengan Kim Jong-un. Namun, pertemuan tersebut yang diikuti dengan dua pertemuan berikutnya gagal membujuk Korea Utara menghentikan program senjata nuklir atau pengembangan misilnya.

Untuk diketahui, tahun ini Presiden Joe Biden disebut pejabat senior Pemerintahan Amerika Serikat, berupaya untuk membuka komunikasi dengan Korea Utara di belakang layar sejak Februari lalu, namun tidak mendapati tanggapan dari Pyongyang.

Sementara, pemantau sanksi independen PBB menemukan Korea Utara mempertahankan dan mengembangkan program rudal nuklir dan balistiknya sepanjang tahun 2020 yang melanggar sanksi, serta memanfaatkan peretasan dunia maya untuk memeroleh dana sebesar 300 juta dolar AS.