Bagikan:

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi menandatangani perjanjian yang secara resmi, mengakhiri misi tempur AS di Irak pada akhir tahun ini, setelah lebih dari 18 tahun militer AS terlibat perang di negara tersebut.

Ditambah dengan penarikan Biden dari pasukan Amerika terakhir di Afghanistan pada akhir Agustus, Presiden Demokrat sedang menyelesaikan misi tempur AS dalam dua perang yang dimulai oleh Presiden George W. Bush di bawah pengawasannya.

Presiden Biden dan Kadhimi bertemu di Ruang Oval, Gedung Putih, Washington D.C, Amerika Serikat untuk pembicaraan tatap muka pertama mereka, sebagai bagian dari dialog strategis antara Amerika Serikat dan Irak.

"Peran kami di Irak tetap ada, untuk terus melatih, membantu, membantu menangani ISIS saat muncul, tetapi kami akan mengakhiri misi tempur pada akhir tahun ini," terang Biden kepada wartawan saat dia dan Kadhimi bertemu, mengutip Reuters Selasa 27 Juli.

Saat ini ada 2.500 tentara AS di Irak yang fokus melawan sisa-sisa ISIS. Peran AS di Irak akan beralih sepenuhnya ke pelatihan dan penasihat militer Irak untuk mempertahankan diri.

Pergeseran ini diperkirakan tidak akan berdampak besar, karena Amerika Serikat telah bergerak ke arah fokus pada pelatihan pasukan Irak.

Sebuah koalisi pimpinan AS menginvasi Irak pada Maret 2003 berdasarkan tuduhan Pemerintah Irak di bawah Saddam Hussein saat itu, memiliki senjata pemusnah massal. Saddam digulingkan dari kekuasaan, tetapi senjata semacam itu tidak pernah ditemukan.

Dalam beberapa tahun terakhir, misi AS didominasi dengan membantu mengalahkan militan ISIS di Irak dan Suriah.

"Tidak ada yang akan menyatakan misi tercapai. Tujuannya adalah kekalahan abadi ISIS," ungkap seorang pejabat senior pemerintah kepada wartawan menjelang kunjungan Kadhimi.

Referensi itu mengingatkan pada spanduk besar "Mission Accomplished" di kapal induk USS Abraham Lincoln, tempat Presiden Bush memberikan pidato yang menyatakan operasi tempur besar di Irak pada 1 Mei 2003.

“Jika Anda melihat di mana kami berada, di mana kami memiliki helikopter Apache dalam pertempuran, ketika kami memiliki pasukan khusus AS yang melakukan operasi reguler, itu adalah evolusi yang signifikan. Jadi pada akhir tahun kami pikir kami akan berada di tempat yang baik untuk benar-benar secara resmi pindah ke peran penasehat dan pengembangan kapasitas," papar pejabat itu.

Diplomat dan pasukan AS di Irak dan Suriah menjadi sasaran dalam tiga serangan roket dan pesawat tak berawak awal bulan ini. Analis percaya serangan itu adalah bagian dari kampanye oleh milisi yang didukung Iran.

Pejabat senior pemerintah tidak akan mengatakan berapa banyak pasukan AS yang akan tetap berada di Irak untuk diberi nasihat dan pelatihan.

Sementara itu, Kadhimi dipandang bersahabat dengan Amerika Serikat dan telah mencoba untuk mengontrol kekuatan milisi yang bersekutu dengan Iran. Tetapi, pemerintahnya mengutuk serangan udara AS terhadap pejuang yang bersekutu dengan Iran di sepanjang perbatasan Irak - Suriah pada akhir Juni, menyebutnya sebagai pelanggaran kedaulatan Irak.

Pernyataan AS - Irak ini diharapkan merinci sejumlah perjanjian non-militer terkait kesehatan, energi dan hal-hal lain. Selain itu, AS juga menyediakan sejumlah bantuan untuk Irak.

Amerika Serikat berencana untuk memberi Irak 500.000 dosis vaksin COVID-19 Pfizer/BioNTech di bawah program berbagi vaksin COVAX global. Presiden Biden mengatakan dosis akan tiba dalam beberapa minggu.

Selain itu, Negeri Paman Sam juga akan menyediakan 5,2 juta dolar AS untuk membantu mendanai misi PBB untuk memantau pemilihan Oktober di Irak. "Kami menantikan untuk melihat pemilihan pada bulan Oktober," pungkas Presiden Joe Biden.