JAKARTA - Korea Utara menembakkan peluru kendali taktis pada Hari Senin, media pemerintah KCNA mengatakan pada Hari Selasa, terbaru dari serangkaian tes baru-baru ini menyoroti program rudalnya yang berkembang di tengah pembicaraan denuklirisasi yang terhenti.
Uji coba rudal tersebut adalah yang keempat di Korea Utara pada tahun 2022, dengan dua peluncuran sebelumnya yang melibatkan 'rudal hipersonik' yang mampu berkecepatan tinggi dan bermanuver setelah lepas landas. Serta uji lain pada hari Jumat menggunakan sepasang SRBM yang ditembakkan dari gerbong kereta.
Militer Korea Selatan mengatakan pada hari Senin bahwa Korea Utara meluncurkan dua rudal balistik jarak pendek (SRBM) dari bandara di ibukotanya, Pyongyang, yang terbang sekitar 380 km (236 mil) hingga ketinggian maksimum 42 km (26 mil).
Akademi Ilmu Pertahanan melakukan uji coba peluru kendali taktis dari barat negara itu, dan sukses tepat mengenai target sasaran pulau di lepas pantai timur, kantor berita resmi KCNA pada Hari Selasa, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
"Uji coba itu bertujuan untuk secara selektif mengevaluasi peluru kendali taktis yang diproduksi dan dikerahkan dan untuk memverifikasi keakuratan sistem senjata," sebut KCNA, seperti melansir Reuters 18 Januari
"Ini mengkonfirmasi keakuratan, keamanan, dan efisiensi pengoperasian sistem senjata yang sedang diproduksi."
Urutan peluncuran yang luar biasa cepat telah menarik kecaman Amerika Serikat dan dorongan untuk sanksi baru PBB. Sementara, Pyongyang memperingatkan tindakan yang lebih kuat, meningkatkan momok kembalinya ke periode ancaman "api dan kemarahan" pada tahun 2017.
Perwakilan Khusus AS untuk Korea Utara Sung Kim mendesak Pyongyang untuk 'menghentikan kegiatannya yang melanggar hukum dan mengganggu stabilitas', membuka kembali dialog, dengan mengatakan dia terbuka untuk bertemu "tanpa prasyarat," sebut Departemen Luar Negeri setelah panggilan telepon dengan rekan-rekannya dari Korea Selatan dan Jepang.
Kementerian pertahanan Korea Selatan mengatakan pada Hari Selasa, mereka menganggap semua peluncuran rudal Korea Utara sebagai "ancaman langsung dan serius," tetapi militernya mampu mendeteksi dan mencegatnya.
Terpisah, juuru bicara PBB Stephane Dujarric juga menyebut tes Korut "semakin mengkhawatirkan" selama pengarahan, menyerukan semua pihak untuk kembali ke pembicaraan untuk meredakan ketegangan dan mempromosikan "denuklirisasi Semenanjung Korea yang sangat dapat diverifikasi."
Jauh sebelumnya, Korea Utara menggunakan Bandara Sunan untuk menguji coba rudal balistik jarak menengah (IRBM) Hwasong-12 pada tahun 2017, dengan kehadiran pemimpin Kim Jong Un.
Korea Utara belum menguji rudal balistik antarbenua (ICBM) jarak jauh atau senjata nuklirnya sejak 2017, ketika kesibukan diplomasi dengan Washington berlangsung mulai 2018.
Tetapi, Korea Utara mulai menguji berbagai desain SRBM baru setelah pembicaraan denuklirisasi terhenti dan tergelincir kembali. kebuntuan setelah pertemuan puncak yang gagal pada 2019.
Untuk diketahui, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un tidak menghadiri tes terbaru. Sebuah foto yang dirilis oleh KCNA menunjukkan sebuah rudal naik ke langit di atas awan debu, menyemburkan api.
BACA JUGA:
Sementara itu, Kim Dong-yup, mantan perwira Angkatan Laut Korea Selatan yang mengajar di Universitas Kyungnam Seoul, mengatakan Korea Utara tampaknya telah menembakkan KN-24 SRBM, yang terakhir diuji pada Maret 2020 dan terbang sejauh 410 km (255 mil) ke ketinggian maksimum 50 km (31 mil).
KN-24 menyerupai Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat MGM-140 AS (ATACMS), dirancang untuk menghindari pertahanan rudal dan melakukan serangan presisi.
"Korut tampaknya telah mengerahkan dan memulai produksi massal KN-24. Tapi pada dasarnya, tes itu bisa menjadi unjuk kekuatan lain untuk menggarisbawahi peringatan tindakan mereka baru-baru ini," sebut Kim, merujuk pada laporan KCNA