PSI Tuding Anies Hambat Kerja Anak Buahnya Tangani Banjir, Bakal Galang Interpelasi
Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Justin Untayana (DOK. PSI)

Bagikan:

JAKARTA - Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI menuding Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak serius menanggulangi dampak banjir Jakarta. 

Bahkan, PSI menganggap Anies dengan sengaja menghambat kerja anak buahnya di lingkungan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov DKI untuk mencegah banjir. 

"PSI menilai Gubernur Anies tidak menjalankan amanah penanggulangan banjir, bahkan diduga dengan sengaja menghambat kerja di dinas-dinas Pemprov DKI untuk mencegah banjir," kata Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Justin Untayana dalam keterangannya, Kamis, 25 Februari.

Justin menyebut partainya akan menggulirkan wacana hak interpelasi mengenai banjir Jakarta. Dalam Peraturan Daerah DKI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPRD DKI, hak interpelasi diusulkan kepada pimpinan DPRD. 

Syarat pengajuan hak ini diusulkan paling sedikit 15 anggota DPRD dan lebih dari satu fraksi. Wujud dari hak interpelasi adalah rapat paripurna dengan agenda pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan lisan. 

Kemudian anggota DPRD lainnya memberikan pandangan fraksi. Selanjutnya, gubernur memberikan penjelasan mengenai masalah yang diangkat.

“Interpelasi ini kami ambil sebagai jalan konstitusional terakhir. Ini adalah tanggung jawab moral dan politik PSI terhadap warga Jakarta, khususnya yang dirugikan oleh banjir akibat kegagalan dan ketidakseriusan Gubernur Anies mengelola penanggulangan banjir,” ujar Justin.

Justin menganggap Anies tidak memiliki kejelasan masterplan penanggulangan banjir, ketidakseriusan pembebasan lahan normalisasi, serta mandeknya normalisasi maupun naturalisasi sungai.

“Pemprov DKI terkesan abai dalam pencegahan banjir. Akibatnya, rakyat yang menderita. Kami khawatir akan menjadi preseden buruk untuk periode pemerintahan berikutnya pasca berakhirnya masa jabatan Gubernur Anies,” ungkap dia.

Mestinya, menurut Justin, Anies harus menunjukkan keberpihakan anggaran terhadap penanggulangan banjir selama ini. Misalnya, batalnya pembebasan 118 bidang lahan untuk normalisasi sungai senilai Rp 160 miliar pada APBD-Perubahan tahun 2019. 

“Saat itu, Pemprov DKI tidak bersedia mencairkan anggaran normalisasi dengan alasan defisit. Tapi di Desember 2019 dan Februari 2020, Gubernur malah mencairkan anggaran commitment fee Formula E sebesar Rp 560 miliar. Bertahun-tahun anggaran banjir tidak menjadi prioritas sama sekali,” pungkasnya.