Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah Turki akan mengadakan pertemuan dengan pejabat Instagram pada  Senin 5 Agustus setelah memblokir akses ke platform media sosial tersebut minggu lalu. Hal ini dikatakan  Menteri Transportasi dan Infrastruktur Turki, Abdulkadir Uraloglu, dalam sebuah unggahan di X (dahulu Twitter).

Larangan ini muncul setelah seorang pejabat senior Turki menuduh Instagram memblokir pos belasungkawa terkait pembunuhan Ismail Haniyeh, pemimpin kelompok militan Palestina Hamas. Uraloglu mengatakan bahwa Turki telah mengungkapkan sensitivitas tertentu terkait kepatuhan terhadap hukum Turki dalam pertemuan sebelumnya dengan perwakilan Instagram.

Seorang juru bicara Meta, perusahaan yang memiliki Instagram, menyatakan, “Akibat pemblokiran Instagram di Turki, jutaan orang kehilangan cara sehari-hari mereka untuk terhubung dengan keluarga dan teman, dan bisnis tidak lagi dapat menjangkau pelanggan mereka seperti sebelumnya. Kami akan terus melakukan segala yang kami bisa untuk mengembalikan layanan kami.”

Kepala Komunikasi Turki, Fahrettin Altun, pada Rabu 31 Juli, mengkritik Instagram atas apa yang disebutnya sebagai "penyensoran murni dan sederhana," terkait keputusannya untuk melarang pos belasungkawa untuk Haniyeh setelah pembunuhannya di ibu kota Iran, Teheran, pada 31 Juli.

Iran dan Hamas menuduh Israel yang melakukan serangan yang membunuh Haniyeh beberapa jam setelah ia menghadiri pelantikan presiden baru Iran. Israel belum mengklaim tanggung jawab.

Turki menduduki peringkat kelima di dunia dalam hal penggunaan Instagram, dengan lebih dari 57 juta pengguna, setelah India, AS, Brasil, dan Indonesia, menurut platform data Statista.

Ribuan orang di X memprotes larangan akses tersebut, dengan tagar Turki yang diterjemahkan sebagai "accessban, bringinstagramback, ecommercehalted" menjadi tren teratas di Turki sejak larangan diberlakukan.

Di antara yang tidak senang dengan larangan tersebut adalah Basak, 34 tahun, yang menjalankan akun desain perhiasan handmade di Instagram dengan lebih dari 30.000 pengikut. Ia mengatakan larangan tersebut mengganggu bisnisnya.

"Beberapa pelanggan saya menghubungi saya melalui Instagram menggunakan VPN dan platform media sosial lain, tetapi kesempatan saya untuk menjangkau orang baru dan pelanggan potensial langsung terhenti," katanya. "Penjualan saya menurun. Jika larangan ini terus berlanjut, saya tidak bisa bertahan karena saya tidak dapat menjangkau audiens yang lebih luas."

Pengawas internet NetBlocks memperkirakan bahwa larangan akses Instagram merugikan ekonomi Turki sekitar  11,5 juta dolar AS (Rp186,2 miliar) setiap hari. Asosiasi e-commerce Turki ETID memperkirakan bahwa bisnis Turki menghasilkan sekitar 900 juta lira (Rp437,3 miliar) dari Instagram setiap hari, kata wakil ketua Emre Ekmekci.

"Jika larangan ini berlanjut, akan ada pergeseran bertahap baik dari penjual maupun pengguna ke platform lain," tambahnya. "Kami berharap pertemuan ini akan positif dan kedua belah pihak dapat menemukan solusi. Ini bukan hanya masalah politik, tetapi juga berdampak pada sektor komersial."