Bagikan:

9JAKARTA - Kepolisian Federal Australia (AFP) mengungkap fakta yang menggemparkan, lebih dari 2.000 dompet kripto milik warga Australia telah jatuh ke tangan penjahat siber dalam skema phishing yang melibatkan jutaan aset digital. Serangan ini merupakan bagian dari operasi global yang bertujuan memerangi penipuan kripto.

Operasi Spincaster, yang melibatkan enam negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, berhasil mengumpulkan lebih dari 7.000 petunjuk investigasi. Kerugian akibat skema ini mencapai 162 juta Dolar AS atau sekitar Rp2,6 triliun.

Bagaimana penjahat siber berhasil membobol dompet kripto? Mereka menggunakan taktik persetujuan palsu, memanfaatkan ketidaksadaran korban untuk memberikan izin transfer token yang sebenarnya tidak sah. Ribuan pengguna terjebak, dan aset digital mereka menguap dalam sekejap.

Detektif Inspektur Tim Stainton dari Kepolisian Federal Australia menegaskan pentingnya Operasi Spincaster. Intelijen yang dikumpulkan selama operasi ini mengungkap taktik baru yang digunakan oleh penjahat siber untuk menipu warga Australia. Dikutip dari Beincrypto, Stainton menyatakan, “Wawasan yang kami peroleh akan menjadi bagian penting dari penyelidikan berkelanjutan untuk mengidentifikasi korban kejahatan siber dan mengganggu para pelaku di Australia.”

Para ahli keamanan siber menyoroti ancaman serius dari skema phishing di dunia kripto. Penjahat siber menyamar sebagai entitas sah untuk mencuri informasi sensitif dan mengakses dompet kripto korban. Laporan Scam Sniffer mencatat lebih dari 260.000 individu kehilangan 314 juta Dolar AS (sekitar Rp5 triliun) akibat skema phishing hanya dalam paruh pertama tahun ini.

Di samping itu, Australia juga menghadapi lonjakan kejahatan terkait kripto. Sebagai contoh, pengguna Crypto.com yang tidak sengaja menerima transfer dana sebesar 10,47 juta dolar Australia (sekitar Rp169 miliar) akhirnya dihadapkan pada tuntutan hukuman penjara. Bursa kripto tersebut keliru mengirimkan jumlah yang jauh lebih besar daripada yang seharusnya. Jaksa berpendapat bahwa konsekuensi hukum yang serius diperlukan mengingat jumlah yang terlibat.