Klaim Mampu Atasi ISIS Sendiri, Taliban: Kami Siap Inklusif Tetapi Tidak Selektif
JAKARTA - Taliban menyebut tidak akan bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk menghadapi kelompok teroris ISIS-Khorasan (ISIS-K), menyebutnya bisa mengatasi secara mandiri ancaman yang ditimbulkan kelompok tersebut.
Pejabat Senior Taliban dan perwakilan Amerika Serikat bertemu akhir pekan lalu di Doha, Qatar, pembicaraan tingkat tinggi pertama sejak penarikan diri Negeri Paman Sam dari Afghanistan. Isu kelompok teroris disebut termasuk yang dibahas.
Juru bicara Taliban Suhail Shaheen mengatakan, tidak akan ada kerja sama dengan Washington untuk menahan kelompok ISIS yang semakin aktif di Afghanistan.
ISIS mengklaim tanggung jawab atas sejumlah serangan baru-baru ini, termasuk bom bunuh diri Jumat yang menewaskan 46 minoritas Muslim Syiah dan melukai puluhan lainnya saat mereka salat di sebuah masjid di utara Kota Kunduz.
"Kami dapat mengatasi Daesh (ISIS) secara independen," kata Shaheen kepada Associated Press seperti dikutip 11 Oktober, ketika ditanya apakah Taliban akan bekerja dengan Amerika Serikat untuk menghadapi afiliasi ISIS.
ISIS telah melakukan serangan tanpa henti terhadap Syiah di negara itu sejak muncul di Afghanistan timur pada tahun 2014. ISIS juga dipandang sebagai kelompok teror yang menimbulkan ancaman terbesar bagi Amerika Serikat karena potensinya untuk melancarkan serangan terhadap target Amerika.
Sementara itu, melansir Al-Jazeera, Suhail Shaheen menyebut Emirat Islam siap untuk bersikap inklusif tetapi tidak selektif, sebagai tekanan Barat mengenai inklusifitas.
Taliban mengatakan anggota etnis minoritas telah diwakili dalam Kabinet yang diumumkan bulan lalu, sementara perempuan akan ditambahkan kemudian.
"Masyarakat internasional harus menghormati keinginan rakyat Afghanistan," sebut Suhail Shaheen kepada Al Jazeera dalam sebuah wawancara eksklusif.
Komentar Shaheen muncul ketika delegasi Taliban yang dipimpin oleh pejabat Menteri Luar Negeri Afghanistan Amir Khan Muttaqi tiba di Doha untuk mengadakan pembicaraan dengan pejabat Qatar dan perwakilan dari sejumlah negara lain, termasuk Amerika Serikat.
Para pejabat AS, termasuk intelijen dan Departemen Luar Negeri, mengadakan pertemuan tatap muka pertama mereka dengan para pejabat Taliban sejak pasukan Amerika Serikat ditarik dari Afghanistan pada 30 Agustus.
Badan-badan keamanan dari kekuatan regional dan internasional juga diperkirakan akan mengadakan pembicaraan dengan delegasi Taliban, yang meliputi kepala intelijen Mullah Abdul Haq Wasiq, Menteri Informasi dan Kebudayaan Mullah Khairullah Khairkhwa dan Sheikh Shahabuddin Delawar.
Maulvi Dilawar adalah salah satu anggota pendiri tim negosiasi Taliban yang berbasis di Doha. Dia dikirim oleh ketua pendiri kelompok Mullah Mohammed Omar untuk mendirikan kantor politik Doha.
Baca juga:
- Desak Amerika Serikat Terbuka Soal Insiden Kapal Selam Nuklirnya, China: Tidak Bertanggung Jawab dan Tidak Transparan
- Rusia Luncurkan Kapal Selam Kelas Kilo Terbaru Akhir Tahun, Dilengkapi Rudal Jelajah Kalibr
- Polisi Berlin Gelar Penyelidikan Kasus Sindrom Havana di Kedutaan Besar Amerika Serikat
- Rusia Bakal Operasionalkan 12 Sistem Optik Laser untuk Kontrol Ruang Angkasa Tahun 2025
Sebelumnya, Suhail Shaheen pada Hari Kamis mengadakan pertemuan dengan duta besar dan perwakilan dari beberapa negara, termasuk Inggris dan Amerika Serikat di Doha.
Taliban bersikeras Washington harus menghormati perjanjian 2020 yang ditandatangani di Doha dan menghapus sanksi serta mencairkan aset bank sentral Afghanistan senilai miliaran dolar. Banyak pemimpin Taliban, termasuk menteri saat ini, masih masuk daftar hitam oleh PBB dan AS.
Aset bank sentral Afghanistan senilai lebih dari $9 miliar telah dibekukan oleh Amerika Serikat, sementara lembaga keuangan internasional seperti IMF telah menangguhkan akses Afghanistan ke dananya yang memicu krisis likuiditas.