Polisi Berlin Gelar Penyelidikan Kasus Sindrom Havana di Kedutaan Besar Amerika Serikat
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Berlin, Jerman. (Wikimedia Commons/Jörg Zägel)

Bagikan:

JAKARTA - Polisi Jerman mengumumkan tengah menyelidiki beberapa kasus yang disebut Sindrom Havana yang ditemukan di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Berlin, Jumat.

Sindrom Havana secara misterius telah mempengaruhi sekitar 200 diplomat dan pejabat Amerika Serikat beserta anggota keluarganya di seluruh dunia.

Masih menjadi misteri, sindrom yang memiliki gejala termasuk migrain, mual, kehilangan ingatan dan pusing ini menjadi perhatian publik pada tahun 2016, setelah puluhan diplomat di Kedutaan Besar AS di Havana, Kuba, mengeluhkan penyakit tersebut.

Menanggapi laporan majalah berita Der Spiegel, polisi Berlin mengatakan mereka sejak Agustus telah menyelidiki "dugaan serangan senjata sonik terhadap karyawan Kedutaan Besar AS," tetapi menolak untuk memberikan informasi lebih lanjut, mengutip Reuters 9 Oktober.

Seorang juru bicara Kedutaan Besar AS di Berlin menolak untuk mengomentari insiden tertentu, tetapi mengatakan penyelidikan AS sedang berlangsung terhadap kasus-kasus di seluruh dunia.

Terpisah, Presiden Joe Biden pada Hari Jumat menandatangani undang-undang yang memberikan bantuan keuangan kepada personel pemerintah yang menderita sindrom tersebut.

Pada Bulan Juli, Austria mengatakan sedang bekerja dengan pihak berwenang Negeri Paman Sam untuk menyelesaikan serentetan kasus yang dicurigai di antara diplomat Amerika Serikat di Wina.

Sebelumnya, Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) William Burns mengatakan pada Juli, ada sekitar 100 petugas CIA dan anggota keluarga mereka di antara sekitar 200 atau lebih pejabat dan kerabatnya yang menderita sindrom Havana.

Direktur Burns mencatat, panel Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional AS pada Bulan Desember menemukan, penggunaan sinar energi terarah diduga menjadi penyebab yang masuk akal.

Dia mengatakan ada "kemungkinan yang sangat kuat" gejala itu disebabkan secara sengaja, dan bahwa Rusia dapat bertanggung jawab. Sementara, Moskow membantah terlibat.