Bagikan:

JAKARTA – Deklarasi Fiducia Supplicans yang diterbitkan Vatican News, Senin 18 Desember 2023 membuat gempar dunia. Sebab, Paus Fransiskus mengizinkan para pastor untuk memberkati pernikahan sesama jenis.

Meski dokumen tersebut menjelaskan bahwa pemberkatan itu tidak terkait dengan liturgi perkawinan, keputusan itu dianggap memberikan angin segar bagi perkembangan kalangan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).

Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan, Michael Trias Kuncahyono menegaskan bahwa Gereja Katolik tetap tidak mengakui adanya perkawinan sesama jenis. Sebab, doktrin dalam Katolik abadi menyebutkan bahwa perkawinan adalah antara laki-laki dan perempuan untuk selamanya.

Bahkan, doktrin Katolik abadi tentang perkawinan juga tidak akan berubah dan Paus Fransiskus akan mempertahankan doktrin perkawinan yang abadi tersebut. Karena itu, tidak akan mungkin Paus Fransiskus sebagai pemimpin tertinggi Katolik sedunia, merestui perkawinan sesama jenis.

Menurut Trias, bagi Gereja Katolik, perkawinan merupakan persatuan yang eksklusif antara seorang pria dan wanita, stabil, dan tidak dapat diceraikan. “Dari situ sudah jelas kalau pernikahan sejenis itu tentu bukan prinsip perkawinan Katolik,” imbuhnya.

Ilustrasi Vatikan. (Wikimedia Commons/John Salatas)
Ilustrasi Vatican. (IST)

Dia menerangkan, keberadaan kelompok LGBT memang tidak bisa dinafikan, dan di sisi lain Gereja Katolik tetap memberkati semua umat manusia, tanpa kecuali. Dengan demikian, kelompok LGBT juga menerima berkat sebagai manusia sama seperti yang lainnya.

Namun, pemberian berkat itu bukan tanda pengakuan Gereja Katolik bagi perkawinan sesama jenis. “Kalau ditanya apakah benar Gereja Katolik memberkati perkawinan LGBT, jawabannya kembali ke prinsip dasar tadi. Jadi tentu Gereja Katolik tidak memberkati perkawinan sejenis. Tetapi, apakah mereka (kelompok LGBT) diberkati, ya, saya katakan semua orang diberkati. Berkat sebagai manusia biasa, seperti orang-orang yang lain,” ujar Trias.

Sekretaris Komisi Keluarga Kantor Waligereja Indonesia (KWI), RP Y Aristanto MSF, menyatakan bahwa deklarasi menggarisbawahi perkawinan Katolik dan ritus pemberkatan perkawinan di mana, gereja berdasarkan pada doktrin atau ajaran iman memegang teguh ajaran perkawinan Katolik.

Kemudian, ritus sakramen perkawinan hanya diberikan oleh pelayan resmi Gereja kepada seorang pria dan seorang wanita untuk masuk dalam hidup perkawinan. “Jadi Gereja tidak memiliki kuasa untuk memberikan pemberkatan atas perkawinan sesama jenis,” tuturnya.

Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Masyhuril Khamis meminta seluruh pihak mewaspadai penyebaran kelompok LGBT. Pasalnya, deklarasi Vatikan bisa disalahtafsirkan oleh kelompok LGBT bahwa hubungan mereka telah mendapatkan restu dari Vatikan.

Dia menegaskan, masalah LGBT tidak bisa dianggap sepele. “Mereka (LGBT) seperti virus yang setiap saat berjangkit dan bisa meluas dengan segala variannya,” ungkapnya.

Kiai Masyhuril mengingatkan, pemerintah harus tegas dan serius melakukan upaya preventif, edukatif dan pembinaan serta menguatkan regulasi demi keberlangsungan generasi Indonesia yang berakhlak mulia, berkarakter, sesuai tuntutan Pancasila. Sebab apabila pemerintah cuek atau bersikap masa bodoh terhadap LGBT, maka pertanyaannya mau jadi apa generasi Indonesia nantinya.

“Begitu juga simpul masyarakat harus bersama-sama menjadi lokomotif kontrol sosial yang harus digerakkan, kita mesti mengokohkan kebersamaan, meningkatkan kepedulian, agar penyakit masyarakat ini dapat diminimalisir,” tandasnya.

Mantan Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia, Sang Nyoman Suwisma mengatakan, agama Hindu secara tegas melarang pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, apalagi hubungan sesama jenis antara laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan.

“Dalam tata krama dan tata susila agama Hindu, prilaku homoseksual dilarang. Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah saja dilarang, apalagi sejenis,” tuturnya.

Dia menegaskan, agama Hindu melarang perkawinan dan hubungan antara manusia dengan jenis kelamin yang sama karena dalam sastra Hindu, Hyang Widhi menciptakan laki-laki sebagai bapak dan perempuan sebagai ibu melalui upacara perkawinan.

“Tidak ada sama sekali sastra Hindu yang membolehkan hubungan seksual sejenis. Karena itu, umat Hindu menentang perkawinan sejenis,” tukas Suwisma.

Capres-Cawapres nomor urut 1 Anies-Cak Imin di arena debat JCC (DOK VOI)
Capres-Cawapres nomor urut 1 Anies-Cak Imin di arena debat JCC (DOK VOI)

Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan memberi pandangannya mengenai keberadaan kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia.

Dengan tegas, Anies menyatakan dirinya secara pribadi menentang LGBT. Sebab, orientasi seksual mereka bertentangan dengan prinsip agama.

"Saya pribadi tidak setuju dengan LGBT, dan menurut saya, kami berpandangan itu bukan sesuatu yang sejalan yang prinsip agama kita," kata Anies di acara Desak Anies, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Desember.

Selain itu, Anies memandang LGBT juga tak sejalan dengan nilai Pancasila. Sebab, berdasarkan Sila pertama, yakni "Ketuhanan Yang Maha Esa". Sehingga, pengambilan keputusan pada negara salah satunya merujuk pada agama.

Begitu juga dengan pengesahan pernikahan. Di Indonesia, pernikahan warga negara sesama jenis merupakan hal yang dilarang.

"Selama agama-agama di Indonesia, enam agama yang diakui menyatakan tidak menerima LGBT, maka negara juga tidak bisa mengakui. Kenapa? Karena itu proses agamanya tidak ada di situ. LGBT tidak bisa diakui di indonesia untuk pernikahan dan itulah harga mati menurut saya," urai dia.