Bagikan:

JAKARTA - Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pengadilan di Jepang pada Hari Rabu 17 Maret memutuskan, kegagalan pemerintah untuk mengakui pernikahan sejenis adalah inkonstitusional, melanggar hak atas kesetaraan. 

Ini dinyatakan oleh Pengadilan Distrik Sapporo saat menyidangkan gugatan dua pasangan sejenis pria dan satu pasangan sejenis wanita di Hokkaido. Ketiganya diketahui mencoba mendaftarkan pernikahan sejenis pada Januari 2019, namun ditolak lantaran pernikahan sejenis di Jepang tidak memiliki status hukum. 

Namun, pengadilan menolak permintaan ganti rugi sebesar 1 juta yen yang diajukan masing-masing pasangan, dengan dalih kerusakan psikologis yang disebabkan oleh apa yang mereka sebut, kelalaian pemerintah dalam tidak mengubah undang-undang untuk mengizinkan mereka menikah.

Melansir Kyodo News, pengadilan berpihak pada pasangan yang mengklaim pemerintah melanggar Pasal 14 Konstitusi, yang menjamin hak atas kesetaraan. Inti dari gugatan tersebut berkisar pada interpretasi pernikahan dalam Pasal 24 Konstitusi

"Pernikahan harus didasarkan hanya pada persetujuan bersama dari kedua jenis kelamin dan harus dipertahankan melalui kerjasama timbal balik dengan hak yang sama dari suami dan istri sebagai dasar," bunyi pasal tersebut.

Pengacara penggugat berpendapat, maksud artikel tersebut adalah untuk menjaga kesetaraan gender dan rasa hormat individu, dan tidak menghalangi pernikahan antara jenis kelamin yang sama.

Namun, pemerintah menafsirkan pasal tersebut hanya berlaku untuk pasangan heteroseksual. Ini juga menunjukkan istilah 'suami dan istri' yang digunakan dalam hukum perdata dan hukum pendaftaran keluarga mengacu pada pria dan wanita. Maka, tidak dapat menerima aplikasi pernikahan dari pasangan sejenis.

Keputusan ini dianggap sebagai kemenangan simbolis besar, di mana konstitusi hanya mengakui pernikahan pasangan beda jenis. Aktivis LGBT di Jepang pun menyambut hangat keputusan ini. 

"Saya sangat senang. Sampai keputusan diumumkan, kami tidak tahu ini yang akan kami dapatkan dan saya sangat senang," kata direktur kelompok aktivis Marriage for All Japan dan perwakilan di Pride House Tokyo, melansir Reuters.

Meskipun hukum Jepang relatif liberal menurut standar Asia, sikap sosial telah membuat komunitas LGBT sebagian besar tidak terlihat di negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia.

Berdasarkan aturan saat ini, pasangan sesama jenis tidak diizinkan untuk menikah, tidak boleh mewarisi aset pasangannya, seperti rumah yang mungkin mereka tinggali bersama, juga tidak memiliki hak orang tua atas anak pasangannya.

Meskipun sertifikat kemitraan yang dikeluarkan oleh masing-masing kota membantu pasangan sesama jenis untuk menyewa tempat bersama dan memiliki hak kunjungan rumah sakit, mereka tetap tidak memberi mereka hak hukum penuh yang sama yang dinikmati oleh pasangan heteroseksual.