JAKARTA - Penguasaan teknologi dan inovasi merupakan prioritas China untuk lima tahun ke depan, guna mewujudkan kampanye 'China Digital' untuk mendukung upaya 'pengambil alihan' posisi Amerika Serikat di puncak daftar ekonomi dunia.
Jauh ke belakang, China sudah memperhatikan masalah kebijakan dunia maya usai Presiden AS Bill Clinton menyindir upaya China untuk mengontrol komunikasi dunia maya, layaknya memaku jeli ke dinding pada tahun 2000 silam.
Di bawah Perdana Menteri Zhu Rongji yang saat itu menjabat, China langsung merespon dengan memberlakukan peraturan layanan informasi internet. Memberikan dasar hukum bagi negara untuk mengatur semua perusahaan berbagi informasi dengan pengguna secara online.
Kini, dua puluh tahun setelah peraturan tersebut dibuat, melalui Cyberspace Administration of China (CAC), Negeri Tirai Bambu ingin memperkuat cengkraman dan pengawasannya terhadap perusahaan teknologi domestik di luar perbatasan China lewat regulasi baru.
"Versi baru peraturan tersebut telah menyerap pengalaman China dalam mengelola internet selama bertahun-tahun. Menjadikannya lebih komprehensif dan moderen," kata Wang Sixin, seorang profesor hukum di Universitas Komunikasi China, melansir South China Morning Post.
Trio lembaga
Menariknya, aturan tersebut bukan hanya ditujukan terhadap pengguna, tetapi juga untuk mendisiplinkan otoritas China yang terkait.
“Aturannya bukan hanya tentang apa yang dapat dan tidak dapat Anda lakukan dalam layanan online, tapi juga tentang mendisiplinkan pemerintah," kata Asisten Profesor Studi China Moderen di Universitas Leiden Rogier Creemers.
Rancangan peraturan tersebut menetapkan bahwa CAC, juga dikenal sebagai Kantor Komisi Urusan Cyberspace Pusat, akan mengawasi perencanaan manajemen internet dan keamanan siber. Kementerian Perindustrian dan Informasi dan Teknologi (MIIT) akan bertanggung jawab atas koneksi jaringan dan akses pasar. Biro Keamanan Umum, yang mengontrol kepolisian China, akan mengelola ketertiban dan keamanan publik di internet, serta menghukum aktivitas online ilegal.
Struktur berdasarkan aturan baru ini dinilai oleh para pengamat, memberikan gambaran jelas pembagian tugas dan tanggung jawab, serta koordinasi di antara badan pemerintah.
"Ini menawarkan dasar hukum tingkat yang lebih tinggi untuk Administrasi Cyberspace untuk mengawasi internet," kata Wang.
CAC yang sempat memiliki kewenangan ekstra, tersandung oleh kasus korupsi Lu Wei yang memimpin CAC hingga tahun 2016. Lembaga yang ada pun berebutan untuk memeroleh pengaruh yang dimiliki oleh CAC atas ruang online.
"Sangat jelas bahwa yang diharapkan dari mereka bahwa mereka bekerja sama dan diharapkan dari mereka bahwa mereka berbagi informasi. Di satu sisi, ini juga merupakan pesan untuk departemen pemerintah ini, yang mengatakan, Jika Anda tidak melakukan ini, akan ada konsekuensinya," kata Creemers.
Menambah tantangan, kontrol internet sebagian besar tetap terfragmentasi di antara lusinan lembaga pemerintah karena sektor internet meluas hingga mencakup area baru. Persetujuan permainan online, misalnya, saat ini berada di bawah kendali Administrasi Pers dan Publikasi Negara, yang langsung berada di bawah departemen publisitas Partai Komunis.
Sedangkan pengaturan penjualan rokok elektrik secara online melibatkan Peraturan Tata Usaha Pasar Negara dan Biro Monopoli Tembakau Negara. Rancangan peraturan layanan internet dirancang untuk secara jelas menggambarkan kekuasaan dan tanggung jawab dari tiga 'lembaga super' yang memegang kontrol internet, yakni CAC, MIIT dan Biro Keamanan Umum.
Aturan baru yang dibuat juga menjadikan China kurang toleran terhadap suara-suara online yang tidak sesuai kebijakan resmi, di mana interograsi, penangkapan dan tuntutan pidana menjadi hal yang wajar.
Seperti dalam kasus mantan jurnalis Qiu Ziming yang sedang menghadapi tuntutan pidana, karena pertanyaan soal jumlah korban tentara China saat terlibat bentrokan dengan India di perbatasan.
Biro Keamanan Umum dan polisi menjadi dua pihak yang menonjol terkait dengan kebijakan baru China ini. Jika dalam aturan sebelumnya Badan Keamanan Umum hanya disebut dua kali, dalam aturan baru badan ini muncul dalam 20 pasal. Pun dengan meningkatntya peran kepolisian di tengah peningkatan kejahatan internet di China.
"Rancangan peraturan internet baru menyoroti peran polisi. Fakta bahwa itu menekankan peran Biro Keamanan Umum patut diperhatikan. Versi (peraturan) yang ada, lebih terkait dengan manajemen telekomunikasi, tetapi draf baru menekankan pada peran Biro Keamanan Publik dalam melindungi keamanan siber dan menangani kejahatan siber," kata James Gong, pengacara di Herbert Smith Freehills.
Sanksi Berat
Terlepas dari badan pemerintah mana yang memegang kekuasaan lebih, departemen sering kali harus bekerja sama dalam menjalankan tugasnya. CAC, misalnya, bekerja dengan MIIT, polisi, dan regulator pasar untuk membersihkan konten di platform streaming langsung. Ini juga bekerja sama dengan lembaga pemerintah lainnya, untuk mengatur bagaimana aplikasi ponsel cerdas mengumpulkan dan menggunakan data pribadi.
Lebih dari sekadar menjelaskan peran berbagai organ pemerintah, peraturan baru tersebut juga menjelaskan tanggung jawab bisnis swasta dan konsekuensi yang dihadapi warga negara yang tidak mematuhi aturan.
Misalnya, draf tersebut mengizinkan polisi untuk menahan seseorang hingga 15 hari, untuk pelanggaran online yang dianggap kurang serius daripada kejahatan langsung, ketentuan yang tidak ada dalam peraturan lama. Individu dan perusahaan akan dihukum karena melakukan lalu lintas, komentar, dan transaksi palsu. Mereka juga menghadapi denda yang lebih berat hingga 1 juta yuan (153.000 dolar AS) karena menyebarkan rumor secara online.
"Peraturan baru tersebut memberikan beban yang lebih berat pada penyedia layanan, karena mereka diharuskan untuk memberikan pemberitahuan kepada negara, terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan," ungkap You Yunting dari Kantor Hukum Debund Shanghai.
"Terkait kejahatan internet atau pelanggaran sistem (pendaftaran) nama asli negara di berbagai layanan, perusahaan berkewajiban untuk melaporkan. Perpres baru sudah jelas, bahwa mereka memiliki kewajiban memfasilitasi penyelidikan pemerintah," sambung You.
Draf baru tersebut bahkan memasukkan klausul yang menyatakan bahwa otoritas China dapat mengejar layanan internet baik di dalam maupun luar negeri. Jika itu menyangkut aktivitas ilegal dan kriminal yang membahayakan keamanan dan ketertiban dunia maya nasional. Dan melanggar hak dan kepentingan yang sah dari warga negara China
"Ini berpotensi bagi otoritas China untuk mengatur layanan berbasis asing. "Ini bisa sangat mengganggu, jika pihak berwenang memilih untuk memberlakukan ketentuan ini secara luas," terang Managing Partner Firma Hukum MMLC Group Matt Murphy
Untuk penyedia layanan internet yang beroperasi di China tetapi server di luar negeri, peraturan baru, jika diterapkan, akan meningkatkan kemungkinan ilegalitas, tukas Murphy.
"Jika layanan jaringan disediakan ke China melalui server yang dipasang di luar negeri, otoritas yang kompeten juga dapat melakukan pengawasan," tambahnya.
Rancangan peraturan juga mewajibkan penyedia layanan online untuk menyimpan informasi log jaringan selama enam bulan, naik dari 60 hari sebelumnya.
"Kami telah mencapai momen penting dalam sejarah. Perubahan yang didorong oleh otoritas China tidak mungkin terjadi secara organik di dalam perusahaan teknologi itu sendiri, jadi regulator perlu mengambil alih," kata John Dong, pengacara di Joint-Win Partners.
BACA JUGA:
Seluruh model alternatif pengawasan internet yang dikembangkan China saat ini, disebut berbeda dengan dunia Barat.
"China lebih memahami dengan tepat risiko yang muncul dari dunia online daripada yang dipahami oleh negara Barat. Dan itu berarti di banyak negara, China akan menjadi contoh. Dan mereka akan mengamatinya dengan cermat untuk melihat mana yang berhasil dan yang tidak," tukas Creemers.
"Anda tidak perlu menjadi pembela pemerintahan otoriter atau kediktatoran untuk mengatakan bahwa kami perlu mengatur internet secara lebih efektif untuk melihat apa yang mereka tuju," lugasnya.