Bagikan:

JAKARTA - Kelompok Hak Asasi Manusia mendesak perusahaan minyak dan gas (Migas) multinasional Prancis, Total SE, untuk menangguhkan pembayaran dari operasi mereka di Myanmar, menyusul kudeta militer serta kekhawatiran akan kondisi saat ini. 

Total SE telah berada di Myanmar sejak 1992, beroperasi di lapangan Migas lepas pantai Yadana dan Sein, untuk memasok pasar domestik Myanmar melalui pipa yang dibangun oleh perusahaan nasional Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE).

"Total khawatir tentang situasi dan harapan untuk solusi damai," kata Total dalam sebuah pernyataan di Twitter, menanggapi artikel berita tentang keterlibatannya di Myanmar, melansir Reuters.

"Total mengutuk pelanggaran hak-hak fundamental di mana pun itu terjadi dan akan sejalan dengan keputusan tentang sanksi. Sebagai pengingat, Yadana memasok setengah dari listrik di Yangon,".

Diketahui, sejumlah negara seperti Amerika Serikat hingga Inggris sudah menjatuhkan sanksi terhadap pemimpin rezim militer Myanmar beserta keluarga. Bank Dunia hingga IMF menjadi perwakilan lembaga internasional yang menangguhkan kerja sama dengan Myanmar lantaran kudeta militer.

Pernyataan Total mendapat tanggapan dari Justice for Myanmar, kelompok aktivis hak asasi manusia, yang mengatakan Total harus mencocokkan kata-kata dengan tindakan, dengan menangguhkan semua pembayaran kepada rezim militer ilegal.

Rezim militer Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar yang dipimpin oleh Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint dalam kudeta 1 Februari. 

Penyelidik hak asasi manusia PBB menyerukan sanksi internasional terkoordinasi terhadap MOGE, perusahaan energi negara itu. Diketahui, perusahaan seperti Total Prancis dan Chevron yang berbasis di AS telah bekerja selama beberapa dekade dengan MOGE. Menurut penyelidikan PBB, MOGE saat ini dikendalikan oleh junta militer dan mewakili satu-satunya sumber pendapatan terbesar bagi negara.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.