JAKARTA - Sejak militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari lalu. Nama China selalu dikaitkan dengan rezim militer yang berkuasa. Tuduhan mendukung rezim militer selalu dibantah oleh China.
Duta Besar China untuk Myanmar Chen Hai bulan lalu mengatakan, situasi yang terjadi di Myanmar saat ini, sama sekali tidak seperti yang diharapkan oleh China.
"China berharap semua pihak di Myanmar dapat menangani masalah saat ini melalui dialog dan konsultasi dengan baik, membawa kembali jalurnya secepatnya," kata Duta Besar Chen, melansir The Irrawaddy.
Bulan lalu, pelobi internasional berpengalaman yang juga mantan pejabat intelijen Israel Ari Ben-Menashe, disewa oleh rezim militer Myanmar, untuk mencoba mendekatkan diri dengan negara-negara Barat, menarik simpati dengan memulangkan pengungsi Muslim Rohingya dan menjauh dari China.
Dia mengatakan, Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar sejak 2016, telah tumbuh terlalu dekat dengan China untuk disukai para jenderal.
“Ada dorongan nyata untuk bergerak ke Barat dan Amerika Serikat daripada mencoba lebih dekat dengan China. Mereka (militer) tidak ingin menjadi boneka China,” kata Ben-Menashe, melansir Reuters.
Namun, dalam pertemuan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), China memblokir upaya untuk mengutuk kudeta militer di Myanmar. Sentimen anti-China pun meningkat. Pada 14 Maret lalu, pengunjuk rasa membakar sejumlah pabrik milik perusahaan China di Zona Industri Hlaing Tharyar, Yangon.
Beberapa waktu lalu, The Irrawaddy mengungkap sejumlah nama menteri dalam kabinet rezim militer Myanmar, yang sejak lama memiliki hubungan erat dengan China.
Hubungan erat
Salah satunya adalah menteri baru untuk kerja sama internasional, U Ko Ko Hlaing, yang mulai membina hubungan kuat di Provinsi Yunnan di China, tidak lama setelah penunjukannya sebagai penasihat pemerintahan Presiden U Thein Sein, pensiunan jenderal Myanmar, pada awal tahun 2010-an.
Setelah masa jabatannya berakhir pada 2015, U Ko Ko Hlaing mengambil posisi formal sebagai penasihat Pusat Studi Myanmar di Universitas Yunnan, bekerja sama dengan Li Chenyang, yang telah lama mempromosikan hubungan yang lebih dekat antara Tiongkok dan militer Myanmar (Tatmadaw).
Li, yang lulus dari sekolah di bawah Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) pada awal 1990-an, adalah salah satu dari tiga ahli strategi berbasis di Yunnan yang terlibat dalam pengembangan rencana proyek saluran pipa migas Sino-Myanmar pada tahun 2004.
Li kemudian menjadi pendukung Yunnan 'Jembatan darat' dan 'strategi dua samudera”'sebagai cara mengeksploitasi Myanmar untuk meningkatkan status Yunnan di antara provinsi-provinsi barat China.
Li diketahui telah berulang kali menyerukan hubungan yang lebih erat antara PLA dan angkatan bersenjata Myanmar, dan dikenal karena memainkan kemampuan tempur Tatmadaw dalam lingkaran kebijakan Tiongkok, yang terkenal mengklaim bahwa tentara Myanmar dapat dengan mudah mengalahkan kelompok etnis bersenjata jika diinginkan.
U Ko Ko Hlaing dinobatkan sebagai penasihat Pusat Studi Myanmar Universitas pada tahun 2016, Dalam kapasitas ini, ia telah menerbitkan serangkaian buku dalam bahasa Cina tentang hubungan Myanmar-China bekerja sama dengan Universitas Yunnan.
Salah satunya membahas mengapa Cina harus menjadi kekuatan terdepan di dunia. Buku berikutnya berisi serangkaian studi kasus yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana China telah menjadi 'pemain yang bertanggung jawab' di Myanmar.
Pada tahun 2018, statusnya di China meningkat pesat ketika ia mengambil tugas utama dari pemerintah dan Partai Komunis China, menulis ulang buku 'The Governance of Tiongkok' karya Presiden China Xi Jinping dalam versi bahasa Burma yang diluncurkan saat upacara pemerintah di Yangon pada tahun 2020.
U Ko Ko Hlaing diketahui sangat vokal di media Tiongkok, mengkritik pemerintah Liga Nasional Demokras (LND) pimpinan Aung San Suu Kyi, terkait lamanya proses peninjauan proyek investasi China, Jalur Kereta Api Muse-Kyaukphyu dan Proyek Pelabuhan Kyaukphyu.
Selain ekonomi, U Ko Ko Hlaing telah memainkan peran kunci dalam melegitimasi tindakan China vis-à-vis Hong Kong dan Taiwan. Pada Juli 2020, ia menulis artikel panjang dalam bahasa Burma, yang diterbitkan dalam terjemahan oleh beberapa media China, mendukung posisi Beijing di bekas jajahan Inggris tersebut. Ia juga memuji China dalam menangani COVID-19
Dalam kapasitas pribadi, U Ko Ko Hlaing telah memainkan peran penting dalam mempromosikan kepentingan perusahaan China tertentu di Myanmar, termasuk GAC Motors, produsen mobil China
Anggota kabinet junta lain yang memiliki hubungan penting dengan China adalah Menteri Luar Negeri U Wunna Maung Lwin. Dia menjabat sebagai menteri luar negeri di bawah Presiden U Thein Sein. Mantan perwira militer itu juga pernah menjabat sebagai direktur jenderal Kementerian Urusan Perbatasan serta duta besar untuk Israel, Prancis, Belgia, dan UE dari tahun 2004 hingga 2007, dan perwakilan tetap untuk Perserikatan Bangsa Bangsa di Jenewa.
Dia adalah anggota kunci dari Union Solidarity and Development Party (UDSP), partai politik yang berafiliasi dengan militer Myanmar dan didirikan oleh mantan pemimpin rezim Jenderal Senior Than Shwe.
Di bawah pemerintahan U Thein Sein yang berasal dari USDP, U Wunna Maung Lwin ditugaskan untuk melakukan perjalanan ke China sebagai utusan khusus untuk memuluskan hubungan kedua negara, menyusul penangguhan Myanmar atas proyek kontroversial Bendungan Myitsone yang didanai China di Negara Bagian Kachin pada Oktober 2011.
Dia kemudian menjadi pemecah masalah utama bagi pemerintah yang dipasang rezim untuk mengatasi masalah kedua negara. Termasuk merapikan hubungan dengan China, setelah penghancuran properti China yang tidak disengaja ketika pertempuran di Kokang meluas ke provinsi Yunnan pada tahun 2015.
BACA JUGA:
Pada tahun 2016, atas undangan Li, mantan menteri luar negeri tersebut mengunjungi Tiongkok, di mana ia memberikan kuliah utama tentang Hubungan Tiongkok-Myanmar di Universitas Yunnan. Sepanjang 2016 dan 2017, ia diundang untuk menyampaikan presentasi serupa di sejumlah institusi China lainnya, di mana ia mempromosikan platform Kerjasama Lancang-Mekong. Serta usulan skema konektivitas yang menghubungkan China dengan Samudra Hindia melalui Myanmar.
U Wunna Maung Lwin tetap aktif dalam USDP dan melakukan beberapa kunjungan ke Pasukan Penjaga Perbatasan Kokang di perbatasan Myanmar-CHina. Dia juga memberikan wawancara kepada berita Harian China Guangming untuk mempromosikan hubungan China-Myanmar, menekankan pentingnya USDP bagi hubungan tersebut.
Dan, ada Menteri Listrik dan Energi yang baru diangkat U Aung Than Oo terlibat dalam usaha patungan dengan Perusahaan Pertanian Berteknologi Tinggi Great Wall Tomorrow yang berbasis di Jiangsu, China. Terlibat dalam pertanian dan kehutanan, perusahaan ini memiliki kantor penjualan kayu di China.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.