Dewan Keamanan PBB Bahas Situasi di Myanmar, Rezim Militer Siap Gencatan Senjata
Ilustrasi polisi dan tentara Myanmar saat menghadapi pengunjuk rasa. (Twitter/@yoonmay111)

Bagikan:

JAKARTA - Utusan Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengkhawatirkan perkembangan kondisi di Myanmar, sambil menyebut kemungkinan pertumpahan darah dan perang saudara akan terjadi di Myanmar. 

Menurutnya, ini disebabkan tindakan aparat rezim militer Myanmar yang semakin hari semakin keras, terhadap para pengunjuk rasa antikudeta militer 1 Februari. 

Hal ini disampaikannya dalam sesi pertemuan tertutup dengan Dewan Keamanan PBB, Rabu 31 Maret waktu setempat. Ia menyebut, militer yang merebut kekuasaan di Myanmar tidak mampu mengelola negara tersebut, sambil memperingatkan situasi di lapangan hanya akan semakin memburuk. 

“Pertimbangkan semua alat yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang benar, apa yang layak diterima rakyat Myanmar dan mencegah bencana multidimensi di jantung Asia,” katanya, melansir Reuters

"Dewan harus mempertimbangkan tindakan yang berpotensi signifikan, untuk membalik jalannya peristiwa karena, pertumpahan darah sudah dekat," lanjutnya. 

Inggris meminta pertemuan di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York sebagai tanggapan atas kekerasan yang memburuk di Myanmar.

Setidaknya 521 warga sipil telah tewas dalam protes terhadap kudeta militer 1 Februari, di mana 141 dari mereka pada hari Sabtu, hari paling berdarah dari kerusuhan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Terpisah, rezim militer Myanmar mengumumkan 'gencatan senjata', meski saat bersamaan mengatakan akan terus menanggapi tindakan yang mengganggu keamanan dan administrasi pemerintah. 

Melansir CNN, gencatan senjata tampaknya merujuk pada tindakan yang diambil terhadap kelompok etnis bersenjata, di mana pertempuran telah meningkat sejak perebutan kekuasaan oleh junta dalam kudeta pada 1 Februari.

Ini seperti pernyataan yang disiarkan di televisi Pemerintah Myanmar, MRTV, dengan menyerukan kelompok-kelompok etnis bersenjata untuk menjaga perdamaian. Militer Myanmar juga disebut akan menangguhkan operasinya pada 1-30 April. 

Namun, yang dikecualikan dari perdamaian adalah mereka yang 'mengganggu' keamanan pemerintah. Belum ada tanggapan terkait dengan penyataan ini. 

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.