JAKARTA - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa rencananya akan menggelar pertemuan pada Jumat ini, untuk membahas situasi yang terjadi di Myanmar saat ini.
Pembahasan ini tidak terlepas dari aksi brutal polisi dan militer Myanmar, saat menghadapi aksi unjuk rasa anti kudeta militer yang dilakukan rakyat Myanmar.
Hingga Kamis 5 Februari kemarin, sedikitnya 54 warga sipil telah tewas sejak dimulainya aksi unjuk rasa menentang kudeta militer Myanmar 1 Februari.
Rabu 3 Maret menjadi hari paling berdarah, dimana 38 orang tewas hari itu akibat aksi represif polisi dan militer Myanmar. Korban tewas ditembak militer Myanmar termasuk empat anak, kata sebuah badan bantuan. Ratusan pengunjuk rasa ditangkap, media lokal melaporkan.
“Hari ini adalah hari paling berdarah sejak kudeta terjadi pada tanggal 1 Februari. Hari ini, hanya dalam sehari, ada 38 orang meninggal. Kami sekarang memiliki lebih dari 50 orang tewas sejak kudeta dimulai, dan banyak yang terluka,” sebut Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener di New York.
Kendati sudah dijatuhi sanksi dari sejumlah negara, di antaranya Amerika Serikat dan Inggris, ditambah ancaman sanksi dari Uni Eropa dan PBB, militer Myanmar tidak gentar.
Ini diungkapkan oleh Burgener yang menghubungi Wakil Jenderal Senior Myanmar yang juga Wakil Dewan Administrasi Negara (SAC), sekaligus Wakil Pemimpin Militer Myanmar Jenderal Soe Win, beberapa hari setelah kudeta.
Burgerner mengatakan kepada Jenderal Soe Win, negara-negara anggota PBB dan Dewan Keamanan PBB dapat menjatuhkan sanksi berat terhadap rezim militer, karena merebut kekuasaan dari pemenang Pemilu Myanmar 2020.
"Kami terbiasa dengan sanksi dan kami selamat," jawab Soe Win seperti ditirukan oleh Burgener seperti dilansir Reuters.
BACA JUGA:
Bahkan, saat disebut rezim militer juga terancam oleh pengucilan dan isolasi internasional, Soe Win tak bergeming dan menjawab santai pernyataan Burgener.
"Kita harus belajar berjalan hanya dengan sedikit teman," sebut Burgerner menirukan Soe Win lagi.
Burgener menambahkan, Dewan Administrasi Negara (SAC) bentukan rezim militer Myanmar berencana untuk menerapkan peta jalan lima poinnya sendiri untuk negara dalam waktu dekat, seperti melansir Myanmar Now.
Utusan PBB tersebut mengatakan krisis saat ini di Myanmar 'mengganggu stabilitas kawasan' dan berpotensi memicu perang. SAC sendiri diketahui belum mendapatkan pengakuan internasional.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.