38 Pengunjuk Rasa Anti Kudeta Militer Myanmar Tewas dalam Sehari, PBB: Hari Paling Berdarah
Militer Myanmar arahkan tembakan ke pengunjuk rasa. (Twitter/@yoonmay111)

Bagikan:

JAKARTA - Sebanyak 38 pengunjuk rasa anti kudeta militer Myanmar tewas pada Rabu 3 Februari waktu setempat, saat polisi dan militer Myanmar dengan represif membubarkan pengunjuk rasa sambil mengumbar tembakan.

"Polisi dan tentara melepaskan tembakan dengan peluru tajam dengan sedikit peringatan," kata saksi mata, melansir Reuters.

Peristiwa ini terjadi hanya sehari setelah negara-negara ASEAN mendesak militer Myanmar untuk menahan tindakan represifnya, terhadap peserta unjuk rasa tolak kudeta.

“Mengerikan, ini pembantaian. Tidak ada kata yang dapat menggambarkan situasi dan perasaan kami,” kata aktivis pemuda Thinzar Shunlei Yi kepada Reuters melalui aplikasi pengirim pesan.

Korban tewas ditembak militer Myanmar termasuk empat anak, kata sebuah badan bantuan. Ratusan pengunjuk rasa ditangkap, media lokal melaporkan.

“Hari ini adalah hari paling berdarah sejak kudeta terjadi pada tanggal 1 Februari. Hari ini, hanya dalam sehari, ada 38 orang meninggal. Kami sekarang memiliki lebih dari 50 orang tewas sejak kudeta dimulai, dan banyak yang terluka,” sebut Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener di New York.

Rencananya, PBB menurut para diplomat akan membahas hal ini dalam pertemuan tertutup pada Hari Jumat besok. 

Terpisah, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price mengaku terkejut dengan terus meningkatnya kekerasan di Negeri Seribu Pagoda tersebut. Ia menyebut, Pemerintahan Presiden Joe Biden tengah mengevaluasi langkah-langkah yang tepat, untuk merespon hal ini dengan menargetkan militer Myanmar

"Kami telah menyampaikan kepada China, kami menunggu mereka memainkan peran konstruktif di Myanmar," sebut Price.

Sementara itu, Uni Eropa mengutuk dan mengatakan penembakan terhadap warga sipil tak bersenjata serta pekerja medis, sebegai bentuk nyata pelanggaran terhadap hukum internasional.