Bagikan:

JAKARTA - Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon, menyatakan keprihatinannya terkait laporan PBB mengenai kemungkinan pemrosesan ulang bahan bakar nuklir untuk bom oleh Korea Utara. 

Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa waktu setempat, Pentagon menyebut kegiatan semacam itu bisa meningkatkan ketegangan Amerika Serikat dengan Pyongyang (Korea Utara).

Kepala Intelijen Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat di bawah Pentagon Laksamana Muda Michael Studeman mengatakan, aktivitas Korea Utara yang disorot minggu ini oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dapat dimaksudkan untuk mendapatkan perhatian pemerintahan Joe Biden.

Ia menilai, hal tersebut juga dijadikan sebagai alat tawar-menawar untuk mendapat keringanan sanksi. Pemerintah Amerika Serikat saat ini sedang meninjau kebijakan AS - Korea Utara.

“Kami mengawasi ini! Dan sangat memprihatinkan ke mana Korea Utara ingin pergi,” kata Studeman dalam acara virtual tentang teknologi dan keamanan, melansir Reuters.

Dalam sebuah pernyataan kepada Dewan Gubernur IAEA pada Hari Senin, Direktur Jenderal IAEA PBB Rafael Mariano Grossi, merujuk pada aktivitas di fasilitas nuklir Yongbyong dan Kangson Korea Utara.

Ia mengatakan, baru-baru ini ada indikasi beroperasinya pembangkit listrik tenaga uap yang melayani laboratorium radiokimia. Korea Utara telah menggunakan laboratorium radiokimia di Yongbyon untuk memproses kembali plutonium dari reaktor di sana untuk dijadikan bom nuklir.

Grossi menyebut kelanjutan aktivitas nuklir Korea Utara, sebagai pelanggaran yang jelas terhadap sanksi PBB dan sangat disesalkan.

Mengacu pada pernyataan Grossi, Studeman mengatakan, dewan gubernur IAEA mengeluarkan pemberitahuan bahwa ada bukti bahwa Korea mungkin memproses ulang bahan bakar nuklir.

"Jika itu benar, maka itu bisa menempatkan kita pada tingkat ketegangan yang berbeda dengan Korea," katanya.

“Ini mungkin awal dari sesuatu yang dirancang untuk mempengaruhi Pemerintahan Presiden Biden. Ini mungkin cara pertama untuk mendapatkan perhatian pemerintahan baru di sini, di mana mungkin (Korea Utara) akan menggunakan pengembangan pemrosesan ulang ini sebagai alat tawar-menawar untuk semacam keringanan sanksi,” tukasnya.

Pemerintahan Presiden Joe Biden, yang mulai menjabat pada Januari, sedang melakukan peninjauan penuh atas kebijakan Korea Utara menyusul, keterlibatan mantan Presiden Donald Trump yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan, pendekatan ke Korea Utara dapat melibatkan lebih banyak sanksi atau insentif diplomatik yang tidak ditentukan.

Terpisah, Jenny Town, wakil direktur proyek pemantauan Korea Utara 38 North yang berbasis di Washington mengatakan kepada Reuters, bahwa gambar satelit yang diterima dari Yongbyon dari 17 Februari dan 2 Maret menunjukkan uap keluar dari laboratorium di sana, yang belum diketahui beroperasi selama sekitar dua tahun.

“Ini tidak berarti bahwa pemrosesan ulang telah dimulai, tetapi itu bisa menjadi indikasi persiapan untuk itu,” singkatnya.