Kudeta Militer, Impor Tembaga dan Timah China dari Myanmar Turun 25 Persen Lebih
Unjuk rasa anti kudeta militer Myanmar. (Twitter/@HsuChiKo1)

Bagikan:

JAKARTA - Impor logam tembaga dan bijih timah China dari Myanmar mengalami penurunan lebih dari 25 persen pada Januari - Februari 2021, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Kondisi ini tidak terlepas dari kudeta militer di negara penghasil timah terbesar ke tiga di dunia tersebut, pada 1 Februari lalu. Imbasnya, aksi unjuk rasa dan bentrok aparat keamanan dengan pengunjuk rasa tak terelakan, termasuk di pusat pertambangan tembaga Monywa. 

Myanmar menyumbang lebih dari 95 persen impor konsentrat timah China, yang digunakan oleh pabrik pelebur untuk membuat timah olahan. Melansir Reuters, Asosiasi Timah Internasional mengatakan pasokan sebagian besar timah, terlindungi dari kudeta rezim militer Myanmar. Hanya 20 persen yang terpengaruh.

Data Bea Cukai China menyebut, impor pada Januari dan Februari hanya mencapai sebesar 16.986 ton, turun 26,5 persen dibanding tahun sebelumnya. Data China untuk dua bulan pertama tahun ini sering dianggap sebagai keseluruhan, karena distorsi liburan Tahun Baru Imlek.

Impor katoda tembaga China, yang digunakan untuk membuat batang dan tabung, dari Myanmar mencapai 8.350 ton pada Januari dan Februari, turun 25,5% tahun-ke-tahun.

Wanbao Mining, operator China dari dua tambang Monywa, belum secara terbuka mengomentari status produksi mereka sejak kerusuhan. Sebuah sumber yang mentahu situasi menyebut, tembaga masih dapat dikirim ke China. Sebagian besar aliran akan dimulai pada Juni mendatang.

Berbeda dengan kondisi impor kedua komiti tersebut, impor oksida tanah yang jarang, mengalami kenaikan sebesar 25,7 persen menjadi 3,,546 ton dibanding periode yang sama tahun lalu. 

China adalah produsen teratas dari kelompok mineral yang digunakan dalam elektronik konsumen dan peralatan militer. Namun, mereka tergantung pada Myanmar untuk sekitar setengah bahan baku logam tanh jarang yang digunakan. 

Selain barang tambang, China dan Myanmar juga menjalin sejumlah hubungan dagang dan kerja sama di bidang ekonomi, termasuk keberadaan pipa Migas hingga pabrik garmen milik China di Myanmar.

Hingga Minggu 21 Maret, sedikit 248 orang tewas sejak kudeta militer Myanmar pada 1 Februari, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), seperti melansir Reuters.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.