Bagikan:

JAKARTA - Rezim militer Myanmar membuka kasus terhadap 10 akademisi University of Veterinary Science di Naypyitaw, dengan tuduhan berpartisipasi dalam gerakan pembangkangan sipil (CDM).

Para akademisi yang digugat adalah Dr. Aung Aung, Dr. Kyaw Kyaw Moe, Dr. Saw Bawm, Dr. Hnin Yi Soe, Dr. Latt Latt Htun, Dr. Khin San Mu, Dr. Win Ohmar Kyaw, Dr. Soe Soe Wai, Dr. Moe Thida Tun dan Dr. Hlaing Hlaing Myint.

Polisi Myanmar di Yezin, tempat universitas itu berada, juga mengajukan tuntutan terhadap ketua serikat mahasiswa, Ko Ye Myint Myat Aung. Mereka semua menghadapi dakwaan berdasarkan Pasal 505 (a) KUHP, yang telah diamandemen oleh rezim militer Myanmar, sehingga menjadi 'pasal karet'

Ko Ye Myint Myat Aung mengatakan, dia digugat karena serikat mahasiswa mendorong pegawai pemerintah Myanmar untuk bergabung dengan CDM.

“Yang harus kami lakukan adalah melanjutkan perjuangan kami melawan para diktator. Saya tersenyum atas gugatan terhadap saya,” kata Ko Ye Myint Myat Aung, melansir The Irrawaddy.

Selain akademisi, rezim militer Myanmar juga menahan ratusan mahasiswa yang ikut dalam unjuk rasa antikudeta 1 Februari. Dari sekitar 770 siswa yang ditangkap, 547 di antaranya masih di tahan dan di antara mereka ada pelajar sekolah menengah atas.

Dari jumlah tersebut, 400 di antaranya merupakan tahanan mahasiswa, termasuk pemimpin serikat mahasiswa. Ini belum termasuk belasan mahasiswa yang hilang selama unjuk rasa, seperti diungkapkan oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) dan Serikat Mahasiswa Universitas Yangon (UYSU). 

unjuk rasa myanmar
Baru Unjuk rasa anti kudeta militer Myanmar. (Twitter/@HsuChiKo1)

U San Min dari AAPP mengatakan, mahasiswa anti-rezim telah didakwa di bawah 505 (a) KUHP dan Pasal (25) UU Penanggulangan Bencana Alam. Sementara beberapa telah didakwa berdasarkan undang-undang narkoba, yang diancam hukuman hingga lima tahun penjara, setelah dituduh menggunakan narkoba.

"Bebaskan tahanan mahasiswa, karena mahasiswa tidak menyerang kepentingan negara. Menangkap mahasiswa menghancurkan negara," katanya.

Pasal 505 (a) KUHP dan Pasal 22 Undang-Undangan Penanggulangan Bencana, merupakan dua pasal yang banyak dikenakan kepada mereka yang ditahan rezim militer Myanmar karena menggelar unjuk rasa antikudeta

Pasal 25 Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam juga membawa hukuman hingga tiga tahun penjara, bagi siapa pun yang terbukti melanggar pedoman kampanye dan pembatasan COVID-19 yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan negara.

Sementara, pasal 505 (a) mengkriminalisasi setiap upaya untuk mengganggu atau menyebabkan ketidakpatuhan di antara personel militer atau pegawai pemerintah, mengancam hingga tiga tahun penjara. Pasal ini merupakan hasil amandemen undang-undang oleh rezim militer setelah kudeta 1 Februari. Pasal ini menjadi pasal karet, dikenakan ke banyak penentang rezim militer Myanmar.

Hingga Jumat siang, sedikita 232 orang telah tewas dan 2.258 lainnya ditahan, ditangkap, didakwa atau dijatuhi hukuman, akibat unjuk rasa antikudeta rezim militer Myanmar, menurut AAPP.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.