Ulang Tahun ke-65, Pemimpin Rezim Militer Myanmar dapat Kado Sanksi AS dan Peti Mati
Jenderal Senior Min Aung Hlaing. (Wikimedia Commons/Vadim Savitsky)

Bagikan:

JAKARTA - Pemimpin rezim militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing mendapat kado tidak enak, pada hari ulang tahunnya yang ke-65 pada Sabtu 3 Juli lalu, alih-alih kado ulang tahun.

Kado tidak enak datang saat para pengunjuk rasa membakar peti mati tiruan dan gambar penguasa militer Myanmar Min Aung Hlaing, dalam demonstrasi terbaru menentang kudeta militer, Sabtu lalu. 

"Semoga Anda tidak beristirahat dengan tenang" dan "semoga hari ulang tahun dan hari kematian Anda sama," bunyi pesan di karangan bunga pemakaman di kotapraja Theinzayet di negara bagian Mon timur. Protes serupa terjadi di banyak bagian Myanmar, mengutip Reuters Minggu 4 Juli.

"Kami membakar ini sebagai kutukan," kata seorang pengunjuk rasa di kota kedua Mandalay, membakar setumpuk kecil gambar jenderal berusia 65 tahun itu. Seorang juru bicara otoritas militer tidak menanggapi permintaan komentar terkait hal ini. 

Jenderal Senior Min Aung Hlaing seharusnya pensiun setelah ulang tahunnya yang ke-65, tetapi usia wajib pensiun dibatalkan setelah kudeta. Tentara mengatakan, asumsi kekuasaannya sejalan dengan konstitusi. Ia menuduh kecurangan dalam pemilihan November yang disapu oleh partai Suu Kyi, meskipun tuduhan itu dibantah oleh badan pemilihan sebelumnya.

Sebelumnya, mengutip Al Jazeera Minggu 4 Juli, kado tidak mengenakan 'diberikan' Amerika Serikat (AS) saat menjatuhkan sanksi baru terhadap rezim militer Myanmar, Jumat 2 Juli lalu yang menargetkan pemimpin rezim militer, istri serta anak-anaknya.

militer myanmar
Ilustrasi pejabat rezim militer Myanmar. (Sumber: Global New Light of Myanmar)

"Langkah-langkah hari ini lebih lanjut menunjukkan, kami akan terus mengambil tindakan tambahan terhadap militer dan para pemimpinnya, sampai mereka membalikkan arah dan memberikan kembalinya demokrasi," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.

Sanksi terbaru menargetkan 22 orang. Mereka termasuk tujuh anggota kunci dari Dewan Administrasi Negara (SAC) yang mengatur rezim tersebut, empat di antaranya adalah anggota kabinet.

Selanjutnya, istri pemimpin kudeta Min Aung Hlaing, Daw Kyu Kyu Hla dan tujuh pasangan anggota rezim militer Myanmar lainnya juga menjadi sasaran kali ini. Tujuh anak-anak dewasa dari anggota rezim juga ada dalam daftar. Dua anak Min Aung Hlaing yang sudah dewasa sudah dikenai sanksi.

Kantor Pengawasan Aset Asing Departemen Keuangan AS (OFAC) mengatakan, 15 kerabat yang disebutkan di atas adalah pasangan atau anak-anak dewasa dari perwira senior Tatmadaw (militer Myanmar) yang sebelumnya ditunjuk  jaringan keuangannya telah berkontribusi pada keuntungan tidak sah pejabat militer.

Selain individu, empat entitas masuk daftar hitam oleh Biro Industri dan Keamanan (BIS) Departemen Perdagangan AS karena memberikan dukungan kepada militer Myanmar, menurut pengumuman itu. 

Mereka termasuk tiga perusahaan tembaga China yang memberikan dukungan kepada rezim Myanmar melalui pengaturan pembagian pendapatan dengan Myanma Economic Holdings Limited yang dimiliki militer dan telah disetujui. Mereka adalah Wanbao Mining dan dua anak perusahaannya, Myanmar Wanbao Mining Copper Ltd. dan Myanmar Yang Tse Copper Ltd. Sebuah perusahaan telekomunikasi, King Royal, yang telah menyediakan layanan komunikasi satelit untuk militer Myanmar, juga ada dalam daftar.

Direktur OFAC Andrea Gacki mengatakan, penindasan militer terhadap demokrasi dan kampanye kekerasan brutal terhadap rakyat Myanmar tidak dapat diterima.

"Tindakan hari ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat akan terus membebankan biaya yang meningkat pada militer Burma, mempromosikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer dan kekerasan yang sedang berlangsung, termasuk dengan menargetkan sumber pendapatan bagi militer dan para pemimpinnya," ujar Gacki mengutip The Irrawaddy.

Akhir bulan lalu, Uni Eropa (UE) memberlakukan sanksi terhadap delapan pejabat Myanmar, termasuk kepala polisi dan angkatan laut negara itu, yang bertanggung jawab atas tindakan keras mematikan terhadap protes pro-demokrasi dan karena memutus internet setelah kudeta 1 Februari oleh junta.

Terpisah, hingga 2 Juli kudeta militer Myanmar menyebabkan 888 penduduk tewas dan total 6.472 orang ditahan sejak kudeta militer 1 Februari, dengan mereka yang dibebaskan mencapai 5.173 orang, menurut data Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) 

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.