Bagikan:

JAKARTA - Rezim militer Myanmar membebaskan lebih dari 2.000 tahanan pada hari Rabu, di antara mereka wartawan dan lainnya yang ditahan atas tuduhan penghasutan karena ikut serta dalam protes, media lokal melaporkan.

Pembebasan itu digambarkan oleh beberapa aktivis sebagai taktik oleh militer yang berkuasa, untuk mengalihkan perhatian dari tindakan keras keamanan yang sedang berlangsung.

Rezim militer Myanmar berada di bawah tekanan dari negara-negara Barat dan tetangga, untuk membebaskan ribuan orang yang ditahan selama protes sejak menggulingkan pemerintah terpilih Pemenang Nobel Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.

Banyak penentang militer telah ditahan, beberapa dihukum di bawah undang-undang yang mengkriminalisasi komentar yang dapat menyebabkan ketakutan atau menyebarkan berita palsu, dengan hukuman hingga tiga tahun penjara. 

Juru bicara militer Myanmar Zaw Min Tun mengatakan, sebagian besar dari mereka yang dibebaskan telah didakwa dengan hasutan karena bergabung dengan protes.

"Total 2.296 orang telah dibebaskan. Mereka mengambil bagian dalam protes tetapi tidak dalam peran utama. Mereka tidak berpartisipasi dalam aksi kekerasan," ujarnya seperti dikutip Reuters dari The Irrawaddy. Reuters tidak dapat menghubungi Zaw Min Tun untuk komentar lebih lanjut.

Video yang diunggah di media sosial menunjukkan aliran sebagian besar tahanan muda turun dari bus dari penjara Insein era kolonial Yangon, tersenyum, melambaikan tangan dan merangkul anggota keluarga yang menangis ketika mereka tiba.

Yang lain menunjukkan deretan bus meninggalkan pintu belakang penjara, dengan penumpang bersandar dari jendela dan melambai ke kerumunan kecil yang berkumpul di luar.

Militer telah berjuang untuk menegakkan ketertiban sejak mengambil alih kekuasaan, dengan protes harian di seluruh negeri dan pemogokan yang melumpuhkan. Pemberontakan etnis bersenjata yang melanda Myanmar selama beberapa dekade berkobar kembali seiring dengan kudeta, serta warga sipil yang marah dengan gelombang penangkapan telah mengangkat senjata melawan pasukan keamanan.

Kepala penjara Insein Zaw Zaw sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa sekitar 700 orang akan dibebaskan, tanpa memberikan alasan. Dia tidak menanggapi panggilan berikutnya untuk meminta komentar.

Portal berita Myanmar Now mengatakan reporternya Kay Zon Nway dibebaskan setelah 124 hari didakwa dengan penghasutan.

"Seperti banyak tahanan politik lainnya, dia ditangkap secara tidak adil. Dia telah banyak menderita di penjara. Tapi hari ini, saya senang melihatnya lagi dengan semangat yang luar biasa," kata Swe Win, Pemimpin Redaksi Myanmar Now dalam sebuah pesan teks. Sementara, The Irrawaddy mengatakan enam wartawan dibebaskan.

Pada Hari Selasa, televisi Myawaddy yang dikelola tentara mengatakan pihak berwenang telah membatalkan dakwaan terhadap 24 selebriti dalam daftar orang yang dicari di bawah undang-undang anti-hasutan.

Terpisah, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan, pembebasan massal itu direkayasa untuk memberi kesan bahwa tindakan keras militer telah mereda.

"Peristiwa hari ini dimaksudkan untuk membuat seolah-olah ada relaksasi dalam penindasan junta. Ini tidak terjadi," sebut dalam sebuah pernyataan.

AAPP hingga 29 Juni lalu mencatat, total 883 orang tewas dan 6.421 lainnya ditahan, sejak kudeta militer Myanmar pada 1 Februari silam. 

Salai Za Uk Ling dari Organisasi Hak Asasi Manusia Chin, sebuah kelompok dari negara bagian Chin, pusat oposisi terhadap pengambilalihan oleh militer mengatakan, pembebasan itu sangat tidak berarti dan dimaksudkan untuk menenangkan masyarakat internasional.

Dia mengatakan, orang-orang masih ditangkap setiap hari di Negara Bagian Chin dan di tempat lain di Myanmar. Reuters tidak segera dapat mengkonfirmasi pernyataannya.

"Kami akan menghadapi masalah yang sama sampai mereka menghentikan penangkapan yang melanggar hukum. Orang-orang tidak akan merasa aman di rumah mereka," ujar Salai Za.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.