Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah etnis bersenjata yang turut serta dalam Perjanjian Gencatan Senjata Nasional (NCA) 2015, menolak menghadiri peringatan Hari Angkatan Bersenjata pada 27 Maret pagi ini. 

Penolakan datang, seiring dengan terus bertambahnya korban jiwa pengunjuk rasa antikudeta militer Myanmar di berbagai wilayah. Perwakilan etnis bersenjata menekankan, seluruh kekerasan harus harus diakhir dan militer menyudahi keterlibatan politik.

Hingga Jumat, korban tewas kembali bertambah seiring dengan tiga korban tewas pada Kamis tengah malam dan empat korban tewas pada Hari Jumat, menambah daftar jumlah korban tewas pengunjuk rasa antikudeta yang dikeluarkan oleh Asosiasi Bantuan Untuk Tahanan Politik (AAPP), menjadi 327 orang melansir The Irrawaddy.

Sejumlah kelompok etnis bersenjata yang sudah menyatakan menolak hadir antara lain, Front Demokratik Semua Mahasiswa Burma (ABSDF), Organisasi Pembebasan Nasional Pa-O (PNLO) hingga Karen National Union (KNU).

KNU Sebagai kelompok etnis bersenjata tertua dan berpengaruh menegaskan, pihaknya hanya akan menghadiri upacara yang mencerminkan martabat, kemanusiaan, keadilan dan kebebasan untuk semua. 

Selain itu, KNU juga menolak upaya pendekatan yang dilakukan oleh rezim militer Myanmar lewat surat yang dikirimkan pada 22 Maret lalu. 

Pemimpin KNU Padoh Saw Mutu Say Poe mengatakan kelompok itu akan bertemu dengan pemimpin Tatmadaw (rezim militer Myanmar), saat tuntutan semua warga Myanmar dipenuhi.

Sebelum pengambilalihan militer Februari, ketua KNU dikenal karena hubungannya yang hangat dengan militer Myanmar. Dalam surat balasan kepad rezim militer, KNU menyatakan tidak bisa menerima tindakan polisi dan militer Myanmar yang menyerang dan membunuh pengunjuk rasa. 

"Peristiwa semacam itu telah merusak reputasi negara kita, dan menyebabkan penderitaan dan penderitaan yang luar biasa bagi rakyat kita," bunyi tanggapan tersebut.

KNU mendesak militer untuk menarik polisi anti huru hara dan pasukan yang dikerahkan untuk melawan pengunjuk rasa anti-kudeta, termasuk pasukan di daerah gencatan senjata. KNU mendesak militer untuk mengumumkan gencatan senjata nasional dan mengakhiri keterlibatan aktifnya dalam politik.

KNU juga mendesak rezim militer untuk menerima mediasi internasional dan transfer kekuasaan ke Pemerintah Persatuan Nasional, sesuai dengan hasil Pemilu 8 November 2020 lalu. Sekaligus, membebaskan seluruh tahanan politik dan mencabut dakwaan terhadap mereka.

Militer Myanmar sendiri saat ini harus menghadapi kenyataan, sayap militer etnis bersenjata mulai melakukan perlawanan bersenjata terang-terangan. Sejumlah pasukan KNU, seperti Brigade-5 sering terlibat kontak senjata dengan militer Myanmar sejak bulan lalu.

Di utara Myanmar, kelompok bersenjata etnis Kachin lewat sayap militer mereka, Kachi Independence Army (KIA), telah mengambil alih pos-pos strategis militer dan melanjutkan pertempuran, mengekspresikan penentangan terhadap serangan mematikan Tatmadaw terhadap pengunjuk rasa.

Untuk diketahui, Hari Angkatan Bersenjata, juga dikenal sebagai Hari Perlawanan, dirayakan setiap tahun pada tanggal 27 Maret, hari ketika tentara Myanmar menekan pasukan Jepang pada tahun 1945. Acara tersebut dibatalkan tahun lalu karena COVID-19. Militer Myanmar berencana menyelenggarakan acara tersebut tahun ini.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.