Tembaki Pengunjuk Rasa, Komandan Operasi Khusus dan Kepala Polisi Myanmar Disanksi AS
Militer Myanmar saat menghadapi pengunjuk rasa antikudeta. (Twitter/@YGNGoldenLand)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Departemen Keuangan mengumumkan, menjatuhkan sanksi terhadap dua petinggi rezim milter Myanmar dan dua unit militer, terkait aksi kekerasan mematikan terhadap pengunjuk rasa antikudeta.

Langkah ini menyusul sanksi sebelumnya yang dijatuhkan Pemerintahan Presiden Joe Biden, yang menjatuhkan sanksi terhadap elite rezim militer Myanmar serta bisnis yang terkait militer, namun belum memberikan efek jera.

“Tindakan hari ini mengirimkan sinyal kuat, kami akan menindaklanjuti janji kami untuk terus mengambil tindakan terhadap para pemimpin kudeta dan mereka yang melakukan kekerasan,” kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters.

Tindakan Amerika Serikat itu dilakukan setelah Uni Eropa memberlakukan sanksi sendiri pada hari Senin terhadap 11 orang yang terkait dengan kudeta 1 Februari di Myanmar.

Sosok pertama yang disebut dalam sanksi ini adalah Than Hlaing, perwira militer yang ditunjuk untuk menjadi kepala polisi Myanmar sejak kudeta. Kedua, Letnan Jenderal Aung Soe, komandan operasi khusus yang bertanggung jawab terhadap operasi militer Myanmar.

Mereka dijatuhkan sanksi pembekuan semua aset yang ada di Amerika Serikat, larangan perjalanan dan melarang interaksi warga Amerika Serikat dengan mereka. 

militer myanmar
Militer Myanmar. (Twitter/@MyatWutYeeAung1)

Selain itu, Departemen Keuangan juga memasukkan ke dalam daftar hitam Divisi Infanteri Ringan ke-77 dan Divisi Infanteri Ringan ke-33, yang telah dikerahkan untuk menekan demonstrasi anti-kudeta di kota terbesar, Yangon dan kota kedua Mandalay.

"Rekaman video menunjukkan pasukan keamanan mengendarai truk pickup sambil menembakkan amunisi ke berbagai arah tanpa pandang bulu, termasuk ke rumah-rumah orang," kata Departemen Keuangan tentang tindakan keras tersebut.

Divisi Infanteri Ringan ke-33 adalah salah satu dari dua unit infanteri ringan elit militer yang sudah berada di bawah sanksi hak asasi manusia AS atas peran mereka dalam serangan militer tahun 2017 terhadap Muslim Rohingya.

Melansir The Irrawaddy, hingga Senin 21 Maret kemarin, jumlah korban tewas unjuk rasa antikudeta militer Myanmar telah mencapai 254 orang. 

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.