Bagikan:

JAKARTA - Presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC) telah mendesak pemimpin kudeta Myanmar untuk mengizinkan organisasi tersebut melanjutkan kunjungan penjara dan kegiatan kemanusiaan lainnya yang dihentikan tahun lalu karena COVID-19.

Permintaan itu datang pada saat rezim telah menahan ribuan orang, sebagian besar karena menentang kudeta 1 Februari. Hingga Kamis 3 Juni, sekitar 4.509 orang telah ditangkap sejak kudeta 1 Februari, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik-Burma (AAPP). Para tahanan termasuk pemimpin de facto terguling negara itu Daw Aung San Suu Kyi, Presiden U Win Myint dan aktivis pro-demokrasi lainnya.

Dalam pertemuannya dengan Pemimpin Rezim Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing di Naypyitaw Kamis, Presiden ICRC Peter Maurer mengatakan penting organisasinya diizinkan untuk melanjutkan kunjungan dan kegiatan kemanusiaan murni di tempat-tempat penahanan.

"Kunjungan dan kegiatan seperti itu penting untuk menjamin perlakuan yang manusiawi dan kondisi penahanan bagi semua tahanan, serta untuk memulihkan komunikasi antara tahanan dan keluarga mereka," sebut ICRC seperti melansir The Irrawaddy Sabtu 5 Mei.

Maurer mengatakan orang-orang Myanmar terjebak di antara konflik bersenjata, COVID-19 dan gangguan akibat kudeta dan membutuhkan bantuan dan perlindungan mendesak. Dia adalah perwakilan paling senior dari  organisasi internasional yang bertemu dengan pemimpin rezim militer sejak kudeta Februari lalu.

Selama pertemuannya, Presiden ICRC juga mengangkat isu-isu kemanusiaan utama, termasuk penggunaan kekuatan selama operasi keamanan. Selain kunjungan penjara, Maurer mengajukan kasus untuk akses kemanusiaan yang lebih luas di Negara Bagian Chin, Kachin, Kayah, Shan dan Rakhine.

palang merah internasional
Presiden ICRC Peter Maurer bersama Jenderal Senior Min Aung Hlaing.  (Sumber: seniorgeneralminaunghlaing.com.mm)

Pemimpin rezim tidak berkomitmen atas permintaan Maurer tetapi tidak menolaknya, menurut Nikkei Asia, mengutip orang-orang yang mengetahui pertemuan tersebut.

Ko Bo Kyi, salah satu pendiri dan sekretaris bersama AAPP mengatakan, terlepas dari seruan langsung kepala ICRC, masih belum jelas sejauh mana ICRC akan bebas untuk mengunjungi dan bertemu dengan para tahanan.

“Jika mereka tidak diizinkan, tidak ada yang bisa mereka lakukan,” tukasnya, mengutip insiden sebelumnya di bawah rezim militer sebelumnya.

Mengingat sifat yang dimiliki lembaga tersebut, lanjutnya, kehadiran Palang Merah Internasional di Lapas tidak akan banyak membedakan kondisi yang dialami para tapol.

"Mereka adalah asosiasi kemanusiaan. Yang bisa mereka lakukan hanyalah memfasilitasi komunikasi antara tahanan dan keluarga mereka, serta menyumbangkan obat-obatan ke rumah sakit penjara. Anda tidak bisa berharap lebih," tandasnya.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.