Bagikan:

JAKARTA - Ukraina siap menggelar Pemilu setelah semua syarat menggelar pemilihan secara normal terpenuhi, dengan Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan akan menggelarnya setelah perang, kata seorang pejabat parlemen.

Berakhirnya masa jabatan Presiden Zelensky pada 20 Mei 2024 menjadi sorotan, dengan pihak Rusia mempertanyakan legitimasi posisinya, jika hendak menggelar perundingan untuk mengakhiri perang. Zelensky sendiri mulai menjabat pada 20 Mei 2019.

"Saya akan mengembalikan bola ini ke pihak Rusia. Lihatlah bagaimana pemilihan dalam kurung dilakukan selama beberapa tahun terakhir?" kata Deputi Parlemen Ukraina Yevheniia Kravchuk dalam wawancara di sela-sela Munich Security Conference 2025, Sabtu 15 Februari.

"Sebenarnya, mereka mengubah konstitusi, yang disebut dalam tanda kurung karena itu dilanggar, mengingat kemungkinan (Presiden Vladimir) Putin menjabat lebih dari dua periode berturut-turut. Dia sebenarnya berkuasa selama lebih dari 20 tahun dengan posisi terpilih," lanjutnya.

"Juga pemilihan umum itu sebenarnya curang dan palsu karena dilakukan di wilayah yang diduduki secara sah, dan pada saat Putin berkuasa di Kremlin, kami telah mengganti enam presiden di Ukraina dan itulah demokrasi," tandas Kravchuk.

Presiden Zelensky dan negara-negara Barat mengatakan perlunya menangguhkan peraturan politik normal pada saat perang dan bahwa Kremlin, mengingat sistem politik Rusia yang dikontrol ketat, tidak dalam posisi untuk mengkritik.

Akhir Januari lalu, Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk Ukraina dan Rusia Keith Kellogg mengangkat isu Pemilu, mengatakan kepada Reuters, Washington ingin Ukraina mengadakan pemilihan umum pada akhir tahun, terutama jika Kyiv dapat menyetujui gencatan senjata dengan Rusia.

Pekan ini, Presiden Trump mengatakan Rusia dan Ukraina sama-sama menginginkan perdamaian, usai melakukan pembicaraan via telepon dengan Presiden Putin dan Presiden Zelensky.

"Presiden Zelensky berkali-kali mengatakan kami akan mengadakan pemilihan umum setelah perang berakhir dan ketika syarat-syarat untuk mengadakan proses pemilihan umum yang normal terpenuhi," jelas Kravchuk.

"Karena kami memiliki hingga satu juta orang di militer, bagaimana mereka akan berpartisipasi atau memberikan suara atau menjadi kandidat? Selain itu, situasi keamanan di sisi Ukraina akan mengalami serangan rudal di berbagai wilayah," lanjutya.

"Kita perlu mempersiapkan tentu saja untuk jutaan orang Ukraina yang berada di luar negeri untuk memberikan mereka kemungkinan untuk memilih, karena layanan konsulat kami tidak bisa hanya berurusan dengan delapan juta orang. Oke hak pilihnya lebih sedikit. Kami akan mengadakan pemilu," pungkasnya.