Penjara Alami Lonjakan Kasus Infeksi COVID-19, Rezim Militer Myanmar Bebaskan Ribuan Tahanan
Warga Myanmar memadati halaman Penjara Insein di Yangon, Myanmar menunggu pembebasan saudara dan kerabatnya. (Twitter/@Bago's Spring Revolution)

Bagikan:

JAKARTA - Rezim militer Myanmar membebaskan hampir 4.300 tahanan dari penjara-penjara di negara tersebut sejak pekan lalu, seiring dengan lonjakan kasus infeksi COVID-19 di antara narapidana, serta kerusuhan karena kurangnya akses ke layanan kesehatan.

Media pemerintah melaporkan pada Hari Minggu, sekitar 4.297 tahanan telah dibebaskan sejak junta mengumumkan rencana untuk membebaskan kategori tahanan tertentu, sebagai tindakan untuk membatasi penyebaran COVID-19 di pusat-pusat penahanan negara itu, mengutip Myanmar Now, Selasa 27 Juli.

Menurut laporan itu, total 566 tahanan telah tertular penyakit itu sejak dimulainya gelombang ketiga infeksi awal bulan ini, naik dari 375 kasus kurang dari seminggu yang lalu.

Dari mereka yang terinfeksi saat berada di balik jeruji besi, sembilan telah meninggal, tambah laporan itu. Tidak ada rincian lebih lanjut yang diberikan mengenai kondisi ini.

Tetapi, sebagian besar pengamat mengatakan, jumlah infeksi dan kematian kemungkinan jauh lebih tinggi daripada yang ditunjukkan oleh angka resmi yang diumumkan oleh rezim militer.

penjara myanmar
Warga menanti pembebasan kerabatnya dari penjara di Yangon, Myanmar. (Twitter/@Bago's Spring Revolution)

Menurut laporan Hari Minggu, mayoritas atau lebih dari seperti mereka yang dibebaskan berasal dari Penjara Insein, Yangon, di mana sebanyak 1.651 tahanan dibebaskan dari penjara terbesar di Myanmar tersebut.

Tahanan politik

Kendati demikian, pembebasan ini tidak termasuk untuk sekitar 5.300 tahanan politik yang tengah menjalani hukuman penjara, karena menentang aksi kudeta militer 1 Februari, menolak rezim berkuasa.

Di antara mereka yang tertular COVID-19 saat di penjara adalah Nyan Win, anggota eksekutif senior Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang meninggal pada 20 Juli setelah dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Yangon untuk perawatan.

Meskipun dites positif untuk COVID-19 setelah mengembangkan gejala penyakit, rezim dalam laporannya menyebut Ia meninggal karena kondisi kesehatn dan penyakit yang dideritanya.

Sementara, sejumlah tahanan politik terkemuka lainnya juga telah dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Yangon karena dicurigai tertular COVID-19, menurut Tun Kyi dari Perhimpunan Tahanan Politik.

Di antara mereka, katanya, adalah Shwe Nya Wah Sayadaw, seorang biksu terkenal dan kritikus militer yang blak-blakan, aktivis mahasiswa Min Thway Thit, penasihat hukum NLD Kyaw Ho dan anggota eksekutif NLD Hanthar Myint.

Sebelumnya, Moe Thu, seorang pemimpin protes anti-kudeta berusia 42 tahun dari Kotapraja Khayan di Wilayah Yangon, meninggal pada 22 Juli saat masih ditahan di Penjara Insein. Meskipun kematiannya secara resmi dikaitkan dengan serangan jantung, rekan-rekannya mengatakan dia kemungkinan meninggal karena COVID-19.

myanmar
Ilustrasi penangkapan pengunjuk rasa anti-kudeta militer Myanmar. (Wikimedia Commons/Sithu Naina/VOA)

"Dia tidak memiliki penyakit jantung. Kami hanya berasumsi dia tertular COVID-19 di penjara. Mereka baru saja mengkremasinya di Yangon. Dia tidak pernah dibawa kembali ke sini," kata juru bicara serikat pekerja pendidikan dasar di Khayan.

Terlepas dari tingginya tingkat infeksi di penjara, tidak ada upaya yang dilakukan untuk memastikan tahanan yang dibebaskan, tidak terinfeksi COVID-19, menurut beberapa dari mereka yang diizinkan untuk pergi.

"Mereka memeriksa daftar mereka sekitar tiga kali, dan kemudian mereka membiarkan kami pergi," ungkap seorang mantan narapidana yang menghadapi tuduhan terkait narkoba.

"Mereka bahkan tidak mengukur suhu kami. Kami hanya berjalan keluar untuk menemui keluarga kami yang menunggu kami di gerbang. Semua orang memakai masker wajah," tambahnya.

Terpisah, seorang kerabat dari tahanan yang dibebaskan mengatakan, kurangnya tindakan pencegahan menunjukkan rezim tidak serius melindungi tahanan atau masyarakat dari COVID-19.

"Jika mereka benar-benar berusaha keras untuk menahan pandemi, mereka akan menguji (tes COVID-19) para tahanan yang akan dibebaskan. Memikirkan tentang transportasi dan bagaimana mengisolasi mereka dari orang lain," paparnya yang berbicara tanpa menyebut nama.

Kerusuhan di penjara

Terpisah, ketakutan akan COVID-19 telah memicu ketegangan di penjara-penjara Myanmar yang penuh sesak, mendorong beberapa orang untuk melakukan protes di dalam tembok mereka.

Jumat lalu, orang-orang yang tinggal di dekat Penjara Insein mengatakan, mereka mendengar para tahanan meneriakkan slogan-slogan anti-junta selama sekitar satu jam, mulai pukul 7 pagi. Dilaporkan bahwa staf penjara juga bergabung dalam menyerukan penggulingan rezim.

Saksi mata mengatakan, truk militer kemudian terlihat diparkir di dekat penjara, saat junta melakukan tindakan brutal yang segera membungkam para pengunjuk rasa.

Dalam sebuah pernyataan, otoritas penjara mengklaim beberapa narapidana melakukan kerusuhan karena mereka tidak termasuk yang dibebaskan, dan karena penangguhan kunjungan penjara karena pandemi.

myanmar
Evakuasi korban unjuk rasa anti-kudeta militer Myanmar. (Twitter/@MizzimaNews)

Menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), slogan-slogan dimulai di bangsal untuk tahanan wanita, di mana situasi Covid-19 dilaporkan sangat buruk. AAPP dan kelompok advokasi lainnya mengatakan, sekitar 20 tahanan politik ditempatkan di sel isolasi setelah tindakan keras tersebut, yang juga menyebabkan sejumlah tahanan terluka.

Pada Minggu malam, junta mengumumkan melalui media pemerintah, jika kabar dan laporan yang beredar tidak benar.

"Menurut undang-undang, tidak ada yang diizinkan membawa senjata ke dalam penjara. Beberapa negosiasi dilakukan. Tidak ada tindakan keras atau isolasi," kata Chan Aye Kyaw, wakil direktur departemen penjara.

Namun, kelompok hak asasi, kerabat, dan pengacara mengatakan bahwa mereka tidak dapat menghubungi tahanan yang diyakini terlibat dalam protes tersebut. Pada Hari Sabtu, Zaw Zaw, direktur departemen penjara, mengatakan kepada Myanmar Now, kunjungan penjara akan tetap ditangguhkan.

Sementara itu, pada hari yang sama, Komite Palang Merah Internasional mengatakan, bahwa mereka akan memantau situasi dengan cermat. Komite juga mendesak otoritas penjara untuk melanjutkan kunjungan sesegera mungkin.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.