JAKARTA - Pengacara Pemimpin Myanmar yang digulingkan dan ditahan rezim militer dalam kudeta 1 Februari, Aung San Suu Kyi, mengkhawatirkan nasib kliennya jelang persidangan mendatang.
Berbicara kepada wartawan Jumat 4 Juni, pengacara Suu Kyi menyuarakan keprhatiannya, lantaran dalam persidangan mendatang dia tidak memiliki perwakilan hukum yang terdaftar dalam kasus yang diajukan rezim militer Myanmar.
Padahal, tuduhan pelanggaran yang dikenakan kepadanya tidak main-main, karena rezim menuduhnya melanggar Undang-Undang (UU) Rahasia Resmi. Tuduhan yang menurut pengacara Suu Kyi, Khing Maung Zaw sangat memberatkan.
Khing Maung Zaw mengatakan, Mahkamah Agung Myanmar telah mengumumkan kasus-kasus yang akan disidangkan pada 23 Juni mendatang. Selain Suu Kyi, ada empat orang lainnya termasuk penasihat ekonomi Suu Kyi asal Australia, Sean Turnell. Tapi, mereka mendaftarkan mewakili dirinya sendiri.
"Kami khawatir mereka tidak akan memiliki perwakilan hukum dan tidak akan ada transparansi dalam sidang," kata pengacara Khin Maung Zaw kepada Reuters.
"Biasanya, mereka harus menghubungi para terdakwa dan perlu memberi kesempatan kepada para terdakwa untuk menghubungi pengacara mereka sebelum mereka mengumumkan kasusnya," papar Khing. Reuters tidak dapat menghubungi Mahkamah Agung atau juru bicara junta untuk memberikan komentar.
Untuk diketahui, tuduhan pelanggaran UU Rahasia Resmi adalah yang paling serius yang dihadapi Aung San Suu Kyi dan bisa berarti hukuman penjara 14 tahun. Dia muncul di pengadilan untuk pertama kalinya sejak kudeta bulan ini dengan tuduhan yang lebih ringan, termasuk melanggar protokol COVID-19.
Tidak ada penjelasan yang diberikan untuk membawa kasus rahasia ini langsung ke Mahkamah Agung, yang putusannya tidak dapat diajukan banding.
Suu Kyi termasuk di antara lebih dari 4.500 orang yang telah ditahan sejak kudeta, yang telah menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan - dengan protes harian, pemogokan yang melumpuhkan dan kebangkitan konflik etnis.
Untuk diketahui, data Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik (AAPP) Kamis 3 Juni menyebut, sedikitnya 845 orang tewas sejak militer melakukan kudeta pada 1 Februari lalu atau kini sudah memasuki bulan keempat.
BACA JUGA:
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.