Pemerintah Bayangan: Muslim Rohingya Berhak atas Kewarganegaraan Myanmar
Kamp pengungsi Muslim Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh. (Wikimedia Commons/Tauheed)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar menyebut Muslim Rohingya berhak atas status kewarganegaraan Myanmar, yang direalisasikan dengan mengamandemen undang-undang lama mengenai kewarganegaraan.

Ini dinyatakan NUG yang merupakan pemerintah bayangan Myanmar dalam pernyataannya Kamis 3 Juni, guna menepis kekhawatiran terkait sikap NUG terhadap Muslim Rohingya yang terusir dari Myanmar,

Dalam pernyataan itu, NUG menyarankan pencabutan Undang-Undang Kewarganegaraan 1982, yang membuat Muslim Rohingya tanpa kewarganegaraan, untuk diganti dengan konstitusi baru yang tengah dirancang. 

"Sebagai gantinya, akan ada undang-undang baru yang akan mendasarkan kewarganegaraan pada kelahiran di Myanmar atau kelahiran di mana pun sebagai anak Warga Negara Myanmar," sebut NUG dalam pernyataannya seperti melansir Myanmar Now, Jumat 4 Juni.

"Orang-orang Rohingya berhak atas kewarganegaraan berdasarkan undang-undang yang akan sesuai dengan norma-norma hak asasi manusia dan prinsip-prinsip federal yang demokratis," tambah pernyataan itu.

Sejak dibentuk pada pertengahan April lalu, NUG yang beranggotakan gabungan 27 anggota parlemen yang digulingkan dan tokoh terkemuka anti-rezim militer Myanmar, didesak untuk menyelesaikan masalah Rohingya.  

Pernyataan tersebut juga menerangkan penyelesaian dugaan kekejaman yang dilakukan militer di bawah pemerintahan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), saat melaksanakan 'operasi pembersihan' yang memaksa ratusan ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. NUG mengatakan akan bersedia untuk merujuk masalah tersebut ke pengadilan internasional.

"Kami bermaksud jika perlu untuk memulai proses untuk memberikan yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional, atas dugaan kejahatan yang dilakukan di Myanmar terhadap Rohingya dan komunitas lainnya," sebut NUG.

Kendati, langkah itu kemungkinan akan menimbulkan kontroversi di kalangan aktivis anti-rezim, karena sebagian besar masyarakat Myanmar menentang keras untuk mengakui Rohingya sebagai salah satu yang disebut 'ras nasional' Negeri Seribu Pagoda.

NUG percaya, dalam keadaan saat ini, banyak yang mungkin lebih menerima seruan Rohingya untuk keadilan dan klaim kewarganegaraan.

"Seluruh bangsa bersimpati dengan penderitaan Rohingya, karena semua sekarang mengalami kekejaman dan kekerasan yang dilakukan oleh militer," tutup pernyataan NUG.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.