JAKARTA - Pemerintah China melalui Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China, menyerahkan lebih dari 500 ribu dosis vaksin COVID-19, di tengah aksi boikot program vaksinasi oleh tenaga kesehatan dan masyarakat.
Tiba di Yangon pada 2 Mei lalu, bantuan tersebut menurut Panglima Tertinggi Badan Pertahanan akan didistribusikan ke seluruh rumah sakit di Myanmar.
Kedutaan Besar China di Yangon menyebut bantuan ini sebagai persahabatan 'Paukphaw' atau persaudaraan antara China dan Myanmar, di tengah banyak negara memutuskan hubungan dengan pemimpin rezim militer Myanmar, seperti melansir The Irrawaddy, Selasa 4 Mei.
Namun ribuan pengguna media sosial di Myanmar skeptis terhadap donasi vaksin China yang mengatakan, "Tidak, terima kasih, kami tidak membutuhkan vaksin Anda," pada postingan di halaman Facebook kedutaan China.
Sentimen anti-China meningkat secara dramatis di Myanmar, setelah China berulang kali memblokir upaya Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan terhadap para pemimpin kudeta.
Seorang pengguna media sosial menulis, "Biarkan saya mati dengan COVID-19, saya tidak akan menyuntikkan vaksin apa pun dari China."
"Sementara jutaan orang menolak untuk menggunakan vaksin COVID-19, China mengirim vaksin ke rezim tersebut. Sangat jelas siapa yang mereka dukung," tulis pengguna media sosial lainnya.
"Vaksin China hanya untuk perwira militer dan kroninya. Bukan untuk kami. Bahkan jika mereka memberikannya kepada kami, kami tidak akan mengambilnya selama kami diperintah oleh rezim," tulis seorang pengguna media sosial lainnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri China Wang Yi berjanji untuk memberikan 300.000 dosis vaksin COVID-19 China selama pertemuan dengan Penasihat Negara Myanmar Daw Aung San Suu Kyi pada Bulan Januari.
Untuk diketahui, program vaksinasi COVID-19 Myanmar yang coba dijalankan rezim militer Myanmar, mendapat penolakan dari masyarakat. Tenaga kesehatan pun memilih mogok daripada bekerja untuk militer.
Program ini awali oleh Pemerintah Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) dengan memulai program vaksinasi COVID-19 secara nasional pada 27 Januari. Staf perawatan kesehatan dan relawan pekerja medis menjadi yang pertama menerima suntikan vaksin AstraZeneca yang disumbangkan oleh India.
Namun, menyusul kudeta militer Myanmar pada 1 Februari, hampir semua petugas kesehatan menolak menerima suntikan vaksin kedua sebagai protes terhadap kekuasaan militer.
Meski demikian, MRTV yang dikendalikan militer mengklaim lebih dari 1,5 juta orang di Myanmar menerima dosis pertama vaksin antara Januari dan 23 April, sementara 312.953 orang lainnya menerima dosis kedua.
BACA JUGA:
Rezim militer Myanmar awalnya hanya memberikan vaksin untuk mereka yang berusia di atas 64 tahun. Seiring perjalanan waktu, seluruh warga Myanmar berusia di atas 18 tahun dapat menerima vaksinasi.
Sementara, angka pengujian COVID-19 di Myanmar juga turun drastis, dari semula 16 ribu - 18 ribu tes per hari, kini hanya sekitar 1.500 - 2.000 tes per hari.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.