JAKARTA - Amerika Serikat (AS) berencana mengucurkan dana sebesar Rp719 miliar untuk Myanmar, saat rezim militer disebut akan memeroleh bantuan dari China senilai Rp86 miliar.
China akan mentransfer lebih dari 6 juta dolar AS atau sekitar Rp86.328.600.000 rezim militer Myanmar untuk mendanai 21 proyek pembangunan, kata Kementerian Luar Negeri Myanmar, sebagai tanda kerja sama kedua negara.
Tidak seperti negara-negara Barat yang mengutuk rezim militer karena memangkas demokrasi, membunuh serta memenjarakan penentangnya. China memilih langkah diplomatis, menyebut prioritasnya adalah stabilitas dan tidak mencampuri negara tetangga.
Mengutip Reuters Rabu 11 Agustus, kementerian luar negeri mengatakan dana itu akan ditransfer dari China untuk proyek-proyek dalam kerangka Kerja Sama Mekong-Lancang. Dikatakan itu termasuk vaksin hewan, budaya, pertanian, sains, pariwisata dan pencegahan bencana.
Sebuah kesepakatan ditandatangani pada Senin 9 Agustus antara rezim militer Myanmar dengan Duta Besar China untuk Myanmar, kata pernyataan itu. Halaman Facebook Kedutaan China mengonfirmasi penandatanganan tersebut.
Penentang junta Myanmar menuduh China mendukung pengambilalihan militer, di mana pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi digulingkan dan ditahan. Sementara, Beijing menolak tuduhan semacam itu dan mengatakan pihaknya mendukung diplomasi regional mengenai krisis tersebut.
Sebagai tetangga, China merupakan investor sekaligus mitra bisnis strategis Myanmar. Salah satu investasi yang besar Negeri Tirai Bambu adalah pembukaan jaringan pipa minyak dan gas, melintasi Negeri Seribu Pagoda tersebut. Serta, rencana untuk zona ekonomi dan pengembangan pelabuhan utama.
Terpisah, AS mengumumkan pemberina bantuan sebesar 50 juta dolar AS atau sekitar Rp719.405.000.000 untuk Myanmar, seiring dengan memburuknya kasus COVID-19 serta krisis kemanusiaan di negara tersebut.
Di Myanmar, dana AS akan membantu mereka yang terpaksa melarikan diri dari kekerasan dan penganiayaan, serta membantu kelompok-kelompok memberikan layanan perawatan kesehatan selain kebutuhan pokok seperti makanan, tempat tinggal dan air, sebut Departemen Luar Negeri AS.
"Pendanaan ini datang pada titik kritis meningkatnya kebutuhan kemanusiaan, membantu mengurangi dampak COVID-19 pada kehidupan masyarakat Thailand dan Burma," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price.
"Setelah kudeta 1 Februari, orang-orang dari Burma terus meninggalkan rumah mereka karena kekerasan yang sedang berlangsung," sambungnya.
BACA JUGA:
Diketahui, enam bulan setelah tentara merebut kekuasaan, ekonomi Myanmar telah runtuh dan sistem kesehatannya melemah ketika kasus virus corona melonjak.
Kasus COVID-19 memuncak di Myanmar bulan lalu, dengan rata-rata 3.824 infeksi harian baru sekarang dilaporkan, data Reuters menunjukkan. Telah terjadi 333.127 infeksi dan 12.014 kematian terkait virus corona sejak pandemi dimulai.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.