Kudeta Myanmar: Rusia dan China Serukan Penyelesaian Krisis Internal dan Mandiri
Unjuk rasa antikudeta militer Myanmar. (Twitter/@HsuChiKo1)

Bagikan:

JAKATA - China dan Rusia sama-sama menyuarakan keprihatinan atas kondisi yang terjadi di Myanmar, seiring denga terus bertambahnya korban tewas dalm unjuk rasa antikudeta militer Myanmar.

Pernyataan ini dikeluarkan setelah pertemuan Menteri Luar Negri China Wang Yi bersama dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di Guilin, China sejak Senin pekan ini.  

Baik Wang Yi maupun Sergei Lavrov, sama-sama menyuarakan dukungan kepada semua pihak yang bertikai di Myanmar, untuk mencari solusi politik atas krisis saat ini sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku, melansir The Irrawaddy

Wang Yi dan Sergei Lavrov juga meminta rezim militer Myanmar maupun pengunjuk rasa antikudeta militer, sama-sama menahan diri menghindari konflik dan pertumpahan darah lebih lanjut.

Keduanya juga meminta semua pihak mengupayakan penyelesaian krisis Myanmar secara mandiri, tanpa melibatkan pihak asing dari luar Myanmar. Tujuannya untuk mencegah kekuatan eksternal mengambil untuk dari krisis saat ini. Sementara, massa antikudeta rezim militer Myanmar menginginkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) segera hadir di Myanmar.

"Beijing akan berusaha untuk mewujudkan rekonsilisasi dengan melibatkan semua pihak terkait," sebut Wang Yi.

"Laporan meningkatnya korban di kalangan warga sipil mengkhawatirkan. Dan, pihak berwenang Rusia sedang mempertimbangkan kemungkinan penangguhan kerja sama militer dengan Myanmar," jelas Juru Bicara Rusia.

Sebelumnya, China dan Rusia menuai kritik akibat gagal mengutuk pengambil alihan kekuasaan oleh rezim militer Myanmar, serta memblokir resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk kudeta 1 Februari dengan Hak Veto. Kedutaan Besar China dan Rusia di Yangon pun menjadi sasaran aksi unjuk rasa massa yang kecewa.

Hingga Rabu 24 Maret kemarin, sedikitnya 275 orang telah tewas selama aksi unjuk rasa antikudeta militer Myanmar, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), seperti dilansir Reuters dari Myanmar Now

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.