JAKARTA - Diplomat Uni Eropa Josep Borrell mengkritik sikap Rusia dan China terkait dengan kudeta militer Myanmar, pada Hari Minggu kemarin. Dikatakannya, sikap kedua negara menghambat reaksi internasional terhadap kudeta yang berlangsung.
"Tidak mengherankan jika Rusia dan China memblokir upaya Dewan Keamanan PBB, misalnya untuk memberlakukan embargo senjata," ujar Borrell yang menjabat sebagai kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, melansir Reuters, Senin 12 April.
"Persaingan geopolitik di Myanmar akan membuat sangat sulit untuk menemukan titik temu. Tapi, kita punya kewajiban untuk mencoba," kata Borrell, yang berbicara atas nama 27 negara anggota Uni Eropa.
Diketahui, polisi dan militer Myanmar telah menewaskan lebih dari 700 pengunjuk rasa tidak bersenjata, termasuk 46 anak-anak, sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta 1 Februari, menurut penghitungan oleh aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Itu termasuk 82 orang tewas di Kota Bago, dekat Yangon, Myanmar pada Hari Jumat, yang oleh AAPP disebut sebagai 'ladang pembantaian'.
"Dunia menyaksikan dengan ngeri, karena tentara menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri," kata Borrell.
China dan Rusia sama-sama memiliki hubungan dengan angkatan bersenjata Myanmar, sebagai pemasok senjata terbesar pertama dan kedua ke negara tersebut.
Uni Eropa sendiri tengah menyiapkan sanksi baru bagi individu dan perusahaan milik militer Myanamr. Maret lalu, Uni Eropa menyetujui 11 sanksi terhadap individu terkait dengan kudeta, termasuk pemimpin rezim militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Kendati demikian, Borrell mengatakan Uni Eropa dapat menawarkan peningkatan hubungan kerja sama ekonomi dengan Myanmar, jika demokrasi di negara tersebut pulih. Kendati, saat ini pengaruh ekonomi Uni Eropa di Myanmar relatif kecil.
"Itu bisa mencakup lebih banyak perdagangan dan investasi dalam pembangunan berkelanjutan," tukas Borrell.
BACA JUGA:
Sebagai perbandingan, investasi langsung asing Uni Eropa di Myanmar berjumlah sekitar 700 juta dolar Amerika Serikat pada tahun 2019. Sementara, jumlah investasi langsung China di Myanmar periode yang sama mencapai sekitar 19 miliar dolar Amerika Serikat.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.