Sidang Perdana, Uni Eropa Desak AstraZeneca Kirim Vaksin dari Inggris
Ilustrasi Uni Eropa. (Wikimedia Commons/Thijs ter Haar)

Bagikan:

JAKARTA - Pengacara Uni Eropa mendesak produsen vaksin COVID-19 AstraZeneca, untuk segera mengirimkan vaksinnya dari pabrik di Inggris. Desakan ini diutarakan dalam sidang perdana sengketa pemenuhan pasokan vaksin COVID-19 dari AstraZeneca untuk Uni Eropa, Rabu 28 April. 

Sidang ini sebagai buntuk dari kegagalan AstraZeneca memenuhi pesanan vaksin COVID-19 untuk Uni Eropa sesuai target, sehingga membuat program vaksinasi COVID-19 di Benua Biru terhambat.  

Uni Eropa menuduh perusahaan gagal memenuhi kewajiban kontraktualnya, sedangkan AstraZeneca mengatakan mematuhi perjanjian, yang dianggap tidak mengikat sepenuhnya.

"Kami menuntut pengiriman paling lambat akhir Juni dan kami juga menuntut segera penggunaan semua pabrik yang tercantum dalam kontrak," kata pengacara Uni Eropa Rafael Jafferali kepada hakim di ruang sidang, seperti melansir Reuters, Kamis 29 April

"Kontrak tersebut mencantumkan serangkaian pabrik yang harus digunakan oleh AstraZeneca dan masih sampai hari ini, karena melanggar kontrak, AstraZeneca tidak menggunakan," lanjut Jafferali.

Namun, pengacara AstraZeneca Hakim Boularbah membantah adanya kewajiban untuk menggunakan pabrik. 

"Tidak ada kewajiban untuk menggunakan pabrik," sanggahnya.

Kontrak AstraZeneca dengan Uni Eropa mencantumkan empat pabrik pembuat vaksin, yakni di Belanda dan Belgia, dua pabrik yang sudah mengirim vaksin untuk Uni Eropa. Serta dua pabrik di Inggris yang dijalankan oleh Oxford Biomedica (OXB.L) dan Cobra Biologics. Kedua pabrik ini belum mengirim vaksin untuk Uni Eropa.

Kontrak tersebut juga menyatakan, bahwa pabrik Catalent di Amerika Serikat yang memproduksi vaksin AstraZeneca, dapat berfungsi sebagai lokasi pasokan cadangan.

Pejabat Uni Eropa telah mengatakan kepada Reuters, AstraZeneca membenarkan kurangnya pasokan dari Inggris dengan mengutip klausul dalam kontraknya di Inggris, yang mencegah ekspor vaksin yang dikembangkannya dengan Universitas Oxford.

Pemerintah Inggris telah menolak pembatasan ekspor dan sedang mengupayakan dosis tambahan dari sebuah pabrik di Belanda yang dijalankan oleh sub-kontraktor AstraZeneca, Halix. Sementaram Uni Eropa sekarang memblokir ekspor dari pabrik itu.

Dengan pandemi yang masih berkecamuk di seluruh benua, vaksin AstraZeneca dipandang sebagai bagian sentral dari kampanye imunisasi Eropa. Persyaratan penyimpanannya yang sederhan, membuat vaksin ini cocok untuk pengiriman ke negara-negara miskin.

Pada akhir Maret, AstraZeneca hanya mengirimkan seperempat dari komitmennya ke Uni Eropa. Perusahaan telah mengatakan akan mengirimkan total 100 juta dosis ke blok itu pada akhir Juni, bukan 300 juta yang diperkirakan dalam kontrak.

Di bawah kontrak 100 juta dosis Inggris, AstraZeneca seharusnya telah mengirimkan 30 juta pada September 2020, tetapi hanya memasok sekitar lima juta pada akhir tahun lalu. 

Dalam pengadilan kemarin, pihak Uni Eropa dan AstraZeneca sepakat untuk mengadakan dua sidang pada 26 Mei mendatang. Pengacara Uni Eropa meminta keputusan sebelum akhir Juni untuk memastikan dosis yang hilang dapat diberikan tepat waktu. Sementara, pengacara AstraZeneca berharap ini sengketa segera berakhir.

"AstraZeneca sangat menyesalkan keputusan Komisi Eropa untuk memulai tindakan hukum ini. Kami berharap untuk menyelesaikan sengketa ini secepat mungkin," harapnya.