JAKARTA - Rezim militer Myanmar kembali melakukan aksi represif dalam membubarkan aksi unjuk rasa anti-kudeta, yang kembali turun ke jalan pada Hari Minggu 2 Mei, menandai tiga bulan kudeta berlangsung.
Sempat menurun beberapa hari, aksi unjuk rasa anti-kudeta dengan turun ke jalan dilanjutkan hari ini, berbarengan dengan digelarnya 'Global Myanmar Spring Revolution' yang digelar di beberapa kota di dunia, seperti Washington D.C, Amerika Serikat; Manchester, Inggris; Milan, Italia dan Taipei, Taiwan.
Aksi unjuk rasa Hari Minggu di pimpin oleh beberapa biksu Budha di beberapa kota utama Myanmar, seperti pusat komersial Yangon dan kota kedua terbesar Mandalay, di mana dua pengunjuk rasa dikabarkan Kantor Berita Mizzima tewas dtembak, seperti dilansir Reuters, Minggu 2 Mei.
Sementara itu, tiga orang tewas di pusat kota Wetlet, kata kantor berita Myanmar Now, dan dua orang tewas di berbagai kota di Negara Bagian Shan di timur laut, dua media melaporkan. Satu orang juga tewas di kota pertambangan giok utara Hpakant, seperti dilaporkan Grup Berita Kachin.
Berbeda dengan di kota-kota besar, rezim militer Myanmar menghadapi perlawaan hebat dari etnis bersenjata di wilayah perbatasan utara dan timur Myanmar.
Etnis bersenjata Karen National Union (KNU), Kachin Independence Army (KIA) dan Chinland Defense Force (CD), bergabung dengan rakyat yang kebanyakan menggunakan senapan berburu, mampu menewaskan puluhan militer Myanmar, menyita persenjataan dan markas atau pos-pos milik pasukan rezim militer Myanmar.
Terpisah, media Khit Thit melaporkan ledakan di luar barak polisi di Yangon pada Minggu pagi. Sejumlah kendaraan terbakar, tetapi tidak memberikan informasi tentang korban.
Tak hanya itu, The Irrawaddy melaporkan dua ledakan lainnya di Yangon, dengan satu ledakan di luar rumah pejabat pemerintah, melukai satu orang. Sementara, portal berita di Negara Bagian Shan melaporkan ledakan di luar rumah seorang pengusaha terkemuka.
BACA JUGA:
sementara itu, media rezim militer dalam buletin berita malamnya pada Hari Sabtu memberikan rincian setidaknya 11 ledakan selama 36 jam sebelumnya, sebagian besar di Yangon.
"Beberapa perusuh yang tidak menginginkan stabilitas negara telah melemparkan dan menanam bom buatan tangan di gedung-gedung pemerintah dan di jalan umum," sebut media tersebut.
Untuk diketahui, The Irrawaddy menyebut, hingga Minggu petang, sedikit 764 orang pengunjuk rasa tewas dan lebih dari 3.500 orang ditahan oleh rezim militer Myanmar sejak kudeta 1 Februari.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.