Rayu Negara Barat, Rezim Militer Myanmar Tunjuk Intel Israel untuk Pulangkan Muslim Rohingya
Pemimpin rezim militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing saat pertemuan dengan para jenderal militer. (seniorgeneralminaunghlaing.com.mm)

Bagikan:

JAKARTA - Kian besarnya tekanan dan sanksi yang dijatuhkan dunia internasional, khususnya negara-negara Barat. Membuat rezim militer Myanmar mencoba mencari 'sekutu dan dukungan' atas apa yang mereka lakukan. 

Alih-alih mencoba memperkuat dukungan dari China, rezim militer Myanmar mencoba untuk meningkatkan hubungan dengan Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya, sambil menjauhkan diri dari China. 

Untuk keperluan tersebut, rezim militer Myanmar menggandeng mantan pejabat intelijen militer Israel, Ari Ben-Menashe yang berpengalaman mewakili Perdana Menteri Zimbabwe Robert Mugabe hingga penguasa militer Sudan.

Sebagai sosok intel berpengalaman, Ben-Menashe coba mewujudkan keinginan para jenderal militer Myanmar yang ingin memulangkan Muslim Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh.

Dalam wawancara telepon, Ben-Menashe mengatakan dia dan perusahaannya Dickens & Madson Canada telah disewa oleh jenderal Myanmar untuk membantu berkomunikasi dengan Amerika Serikat dan negara lain, yang dia katakan "salah paham" dengan mereka.

Dia mengatakan, Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar sejak 2016, telah tumbuh terlalu dekat dengan China untuk disukai para jenderal.

“Ada dorongan nyata untuk bergerak ke Barat dan Amerika Serikat daripada mencoba lebih dekat dengan China,” kata Ben-Menashe, melansir Reuters.

"Mereka tidak ingin menjadi boneka China," sambungnya.  

Ben-Menashe mengatakan, dia berbicara dari Korea Selatan setelah kunjungan ke ibu kota Myanmar Naypyidaw, di mana dia menandatangani perjanjian dengan Menteri Pertahanan junta, Jenderal Mya Tun Oo. Dia mengatakan dia akan dibayar dengan biaya yang dirahasiakan jika sanksi terhadap militer dicabut.

Ben-Menashe mengatakan, dia telah ditugaskan untuk menghubungi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk mendapatkan dukungan mereka atas rencana pemulangan Rohingya, minoritas Muslim. 

“Pada dasarnya mereka mencoba memberi mereka dana untuk mengembalikan apa yang mereka sebut Bengali,” kata Ben-Menashe, menggunakan istilah yang digunakan beberapa orang di Myanmar untuk Rohingya untuk menyiratkan bahwa mereka bukan dari negara tersebut.

Belum ada tanggapan dari rezim militer Myanmar terkait dengan pernyataan Ben-Menashe.

Diketahui, ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri dari serangan militer pada 2016 dan 2017 di mana tentara membunuh tanpa pandang bulu, memperkosa wanita dan membakar rumah, menurut misi pencari fakta PBB.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.