JAKARTA - Besarnya tekanan dan sanksi yang dijatuhkan dunia internasional, khususnya negara-negara Barat. Membuat rezim militer Myanmar mencoba mencari 'sekutu dan dukungan' atas apa yang mereka lakukan.
Untuk keperluan tersebut, rezim militer Myanmar menggandeng mantan pejabat intelijen militer Israel, Ari Ben-Menashe yang berpengalaman mewakili Perdana Menteri Zimbabwe Robert Mugabe hingga penguasa militer Sudan sebagai pelobi.
Sebagai sosok intel berpengalaman, Ben-Menashe akan dibayar 2 juta dolar Amerika Serikat (AS). Dalam dokumen perjanjian konsultasi, tugasnya antara lain membantu menjelaskan situasi sebenarnya dari kudeta militer ke Amerika Serikat dan negara barat lain. Ini seperti tertuang dalam dokumen yang diajukan ke Departemen Kehakiman AS, seperti melansir Reuters.
Selain Amerika Serikat, Ari Ben-Menashe dan perusahaannya, Dickens & Madson Canada, akan mewakili pemerintah militer Myanmar di Washington, serta melobi Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Israel dan Rusia, dan badan-badan internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menurut perjanjian konsultasi.
Perusahaan yang berbasis di Montreal ini juga akan membantu perancangan dan pelaksanaan kebijakan untuk pembangunan yang menguntungkan bagi Republik Persatuan Myanmar. Juga, disebut upaya untuk memulangkan Muslim Rohingya kembali ke Myanmar.
Penyerahan perjanjian ini tunduk pada kepatuhan terhadap Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing AS dan dipublikasikan secara online. Seorang juru bicara pemerintah militer Myanmar tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk meminta komentar.
“Sangat tidak masuk akal bahwa dia dapat meyakinkan Amerika Serikat tentang narasi yang dia usulkan,” kata John Sifton, direktur advokasi Asia di Human Rights Watch.
Dokumen lain yang diserahkan oleh Ben-Menashe menunjukkan, kesepakatan telah dicapai dengan Menteri Pertahanan rezim militer Myanmar, Jenderal Mya Tun Oo dan bahwa pemerintah akan membayar perusahaan itu $ 2 juta.
Mantan pejabat penasihat sanksi senior Departemen Keuangan AS Peter Kucik mengatakan, Ben-Menashe bisa melanggar sanksi lantaran Mya Tun Oo dan sejumlah jenderal Myanmar lainnya sudah dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat dan sejumlah negara lainnya.
“Sejauh ia memberikan layanan kepada pihak-pihak yang terkena sanksi dari Amerika Serikat tanpa izin, itu akan tampak sebagai pelanggaran hukum AS,” kata Peter Kucik.
BACA JUGA:
Ben-Menashe mengatakan kepada Reuters bahwa dia telah menerima nasihat hukum bahwa dia akan membutuhkan lisensi dari Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Departemen Keuangan dan pemerintah Kanada untuk menerima pembayaran tersebut, tetapi dia tidak akan melanggar hukum dengan melobi junta.
"Ada masalah teknis di sini, tetapi kami akan menyerahkannya kepada pengacara dan OFAC untuk menanganinya," katanya, menambahkan pengacaranya telah menghubungi pejabat Departemen Keuangan.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.