Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Australia mengikuti jejak negara-negara Barat, Amerika Serikat, hingga tetangganya Selandia Baru, untuk memutus hubungan dengan Myanmar.

Hal ini dilakukan oleh Pemerintah Australia, seiring dengan meningkatkan kekerasan dan kian banyaknya korban tewas serta luka-luka, akibat aksi brutal rezim militer Myanmar terhadap para pengunjuk rasa anti kudeta.

Pemutusan hubungan dengan Myanmar dilakukan Australia di bidang kerja sama pertahanan. Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan, tindakan keras rezim militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa anti kudetan kian intensif.

Selain itu, Australia juga akan mengarahkan kebutuhan kemanusiaan segera kepada Rohingya dan etnis minoritas lainnya, kata Payne dalam sebuah pernyataan Minggu malam.

"Kami akan memprioritaskan kebutuhan kemanusiaan dan yang paling mendesak dan berusaha memastikan keterlibatan kemanusiaan kami, dengan dan melalui organisasi non-pemerintah, bukan dengan pemerintah atau entitas terkait pemerintah," kata Payne, melansir Reuters

Hubungan pertahanan bilateral Australia dengan militer Myanmar dibatasi pada area non-pertempuran seperti pelatihan Bahasa Inggris.

Canberra juga akan terus menuntut pembebasan segera warga negaranya Sean Turnell, Profesor Ekonomi dan penasihat pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, kata pihak berwenang. Turnell telah ditahan dengan akses konsuler terbatas sejak kudeta 1 Februari yang menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar.

Akhir pekan lalu, ratusan orang berkumpul di kota terbesar di Australia, Sydney, mendesak pemerintah Australia untuk mengambil sikap tegas terhadap kudeta tersebut.

"Kami terus mendesak pasukan keamanan Myanmar untuk menahan diri dan menahan diri dari kekerasan terhadap warga sipil," tegas Payne.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.