Ratusan Pengungsi Rohingya Khawatir Dideportasi India Kembali ke Myanmar
Kamp pengungsi Rohingya. (Wikipedia Commons/Captain Raju)

Bagikan:

JAKARTA - Polisi India diketahui telah menahan lebih dari 150 pengungungsi Rohingya, yang secara ilegal tinggal di wilayah utara Jammu dan Kashmir, setelah melarikan diri dari Myanmar yang tengah bergejolak karena kudeta militer.

Ratusan pengungsi tersebut berada di 'penampungan darurat' di Penjara Hira Nagar Jammu, setelah otoritas setempat melakukan tes biometrik dan tes lainnya untuk memverifikasi identitas mereka. 

"Penggalangan itu adalah bagian dari latihan untuk melacak orang asing yang tinggal di Jammu tanpa dokumen yang sah," kata salah satu dari dua pejabat, yang menolak disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dengan media, seperti dilansir Reuters.

"Kami telah memulai proses deportasi para pengungsi ini," tambah pejabat itu.

Pengungsi Rohingya yang tinggal di Jammu mengatakan, mereka prihatin dengan penahanan akhir pekan dan ancaman deportasi. Myanmar membantah tuduhan genosida dan mengatakan tentara memerangi kampanye kontra-pemberontakan yang sah.

“Kami akan kembali ketika perdamaian kembali ke negara kami,” kata Sufeera, 28, yang mengatakan paman dan saudara laki-lakinya telah dikirim ke pusat penampungan, meninggalkannya sendirian bersama anak-anaknya.

Pengungsi lain, Sadiq, 48 tahun, mengatakan anggota keluarganya juga telah ditahan.

“Kami sudah diberitahu bahwa kami akan dideportasi. Mereka mengambil ibu dan ayah. Siapa yang akan merawat mereka?," tanyanya

Selain kudeta militer Myanmar, pengungsi Rohingya yang tinggal di India mengatakan kondisi tidak kondusif bagi mereka untuk kembali ke Myanmar setelah melarikan diri dari kekerasan dan penganiayaan selama bertahun-tahun.

Ratusan ribu orang Rohingya terpaksa meninggalkan tanah air mereka yang mayoritas beragama Buddha setelah tindakan keras oleh militer Myanmar pada 2017. Sebagian besar berada di kamp-kamp reyot di perbatasan dengan Bangladesh.

India menolak anggapan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jika mendeportasi pengungsi Rohingya melangagr prinsip Refoulement, mengirim pengungsi kembali ke tempat di mana mereka menghadapi bahaya.

Pemerintah federal Perdana Menteri India Narendra Modi mencabut status khusus Jammu dan Kashmir pada Agustus 2019 dan sekarang mengelola wilayah tersebut dari New Delhi.

Selain itu, Pemerintah India menganggap Rohingya, yang beragama Islam, sebagai ilegal dan berisiko keamanan. Pemerintah telah memerintahkan agar ribuan dari mereka yang tinggal di pemukiman yang tersebar diidentifikasi dan dipulangkan ke Myanmar.