JAKARTA - Otoritas Malaysia mendeportasi 1.086 warga Myanmar kembali ke Negeri Seribu Pagoda tersebut, meski ada perintah Pengadilan Tinggi Malaysia serta petisi dari pegiat HAM.
Otoritas Malaysia mengatakan, warga Myanmar yang dideportasi tersebut lantaran melakukan penggaran imigrasi, bukan para pencari suaka.
"Semua yang dipulangkan telah setuju untuk dipulangkan secara sukarela tanpa dipaksa oleh pihak manapun," kata Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia Khairul Dzaimee Daud dalam sebuah pernyataan, melansir BBC.
Daud menambahkan bahwa mereka yang dipulangkan tidak termasuk pengungsi Rohingya atau pencari suaka, mengulang pernyataan sebelumnya oleh Malaysia, bahwa mereka tidak akan mendeportasi mereka yang terdaftar di Badan Pengungsi PBB (UNHCR).
Wakil Direktur Asia untuk HRW Phil Robertson mengatakan, Malaysia telah mengirim mereka kembali ke tangan junta militer, yang dikenal karena menganiaya mereka yang melarikan diri dari negara karena alasan politik.
Robertson juga meminta Departemen Imigrasi Malaysia untuk menghentikan blokade UNHCR. Dikatakan olehnya, pihak berwenang disebut telah memblokir UNHCR untuk mengakses pusat penahanan imigrasi di Malaysia selama lebih dari setahun, menurut laporan - yang berarti PBB tidak dapat mengkonfirmasi pernyataan Daud.
"Sebelum mengirim siapa pun kembali ke situasi di mana mereka dapat menghadapi penganiayaan, pemerintah Malaysia harus memastikan bahwa UNHCR memiliki akses ke pusat-pusat penahanan. Sehingga komunitas internasional dapat diyakinkan bahwa mereka tidak mengirim orang ke dalam bahaya," kata kelompok hak asasi Human Rights Watch (HRW).
UNHCR menyebut ada sedikitnya enam orang yang berada di data mereka, termasuk dalam mereka yang dideportasi, melansir Reuters. Kelompok hak asasi juga mengatakan, bahwa pencari suaka dari komunitas minoritas Chin dan Kachin, yang melarikan diri dari penganiayaan, termasuk di antara mereka yang dideportasi.
Untuk diketahui, para migran dideportasi dengan tiga kapal Angkatan Laut Myanmar dari pangkalan militer Malaysia pada Selasa malam, setelah tiba dengan truk dan bus yang penuh sesak. Ini terlepas dari Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur sebelumnya mengeluarkan penundaan untuk menunda deportasi sambil menunggu sidang pada hari Rabu.
BACA JUGA:
Seperti diketahui, Myanmar saat ini tengah dilanda ketidakpastian, setelah militer melakukan kudeta dan menggulingkan pemerintahan yang sah di bawah Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
Warga Myanmar pun sudah berhari-hari turun ke jalan untuk melakukan unjuk rasa hingga aksi pemogokan nasional yang digelar pada Senin 22 Februari. Ratusan warga luka-luka sementara 4 orang tewas akibat tindakan represif militer Myanmar.