JAKARTA - Kecelakaan maut yang dialami oleh armada pesawat Jeju Air di Muan, Korea Selatan menimbulkan soroitan pada jadwal penerbangan yang padat dan perawatan pesawat yang minimal.
Pesawat Boeing 737-800 milik maskapai penerbangan Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2216 dan registrasi HL8088 dari Bandara Internasional Suvarnabhumi, Thailand mengalami kecelakaan maut saat mendarat di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan pada 29 Desember.
Pesawat yang mengangkut 175 penumpang dan enam awak dalam penerbangan itu berubah menjadi bola api setelah melakukan pendaratan darurat dan menghantam dinding. Hanya dua awak pesawat yang selamat, dari peristiwa itu.
Jadwal perawatan yang ketat telah menimbulkan kekhawatiran mengenai apakah maskapai berbiaya rendah (LCC) tersebut memprioritaskan efisiensi operasional daripada keselamatan.
Sebab, pesawat tersebut menjalani jadwal penerbangan yang padat sehari sebelum kecelakaan, menghubungkan empat kota internasional tanpa waktu henti yang signifikan.
Pesawat naas itu mengoperasikan penerbangan antara Muan dengan Kota Kinabalu, Nagasaki, Taipei dan Bangkok, dengan total delapan keberangkatan dalam satu hari, beberapa sumber mengatakan pada Hari Senin, dilansir dari The Korea Times 30 Desember.
Menurut standar industri, pesawat memerlukan waktu untuk perawatan, pembersihan dan pengisian bahan bakar di antara penerbangan. Aturan Pemerintah Korea Selatah menyebutkan waktu minimal untuk melakukan perawatan pra-keberangkatan untuk pesawat jenis Boeing 737 adalah 28 menit.
Namun, pada tanggal 27, penerbangan tersebut hanya menghabiskan waktu 62 menit di darat di Bandara Internasional Muan sebelum berangkat ke Kota Kinabalu, yang menunjukkan hanya 28 hingga 30 menit yang dialokasikan untuk perawatan.
Seorang mekanik veteran dengan pengalaman lebih dari satu dekade bekerja dengan pesawat Boeing 737 di LCC mengatakan, "Waktu perawatan selama 28 menit hampir tidak cukup untuk memeriksa lampu peringatan kokpit dan memeriksa bagian luar secara visual untuk melihat kerusakan yang terlihat. Ini pada dasarnya adalah pemeriksaan menyeluruh, bukan pemeriksaan terperinci."
Sedangkan seorang mekanik yang bekerja untuk LCC lain mengatakan, "Membatasi waktu persiapan menjadi sekitar satu jam, termasuk perawatan, memungkinkan maskapai untuk menjalankan jadwal yang ambisius, seperti terbang ke tiga kota di Asia Tenggara dan satu kota di Jepang dalam satu hari."
Tragedi tersebut memicu kembali perdebatan mengenai apakah waktu perawatan minimum yang diamanatkan pemerintah cukup untuk memastikan keselamatan. Para kritikus berpendapat, standar 28 menit tidak memberikan ruang untuk mengidentifikasi potensi masalah.
Seorang mantan kepala perawatan di sebuah maskapai besar mengatakan, "Pemeriksaan 28 menit itu seperti memasang plester. Itu tidak memperhitungkan potensi kesalahan tersembunyi. Pendekatan industri terhadap keselamatan seharusnya proaktif, bukan reaktif."
Sorotan akan perawatan meningkat dengan kecelakaan itu diyakini melibatkan kerusakan roda pendaratan. Sehari setelah kecelakaan, armada Boeing 737 Jeju Air lainnya mengalami masalah roda pendaratan dan terpaksa kembali ke bandara segera setelah lepas landas.
"Fakta pesawat lain dengan model yang sama dari maskapai yang sama mengalami masalah serupa menyoroti masalah sistemik," kata seorang pakar penerbangan.
Ada seruan yang semakin meningkat dalam industri penerbangan untuk memperpanjang waktu perawatan yang diamanatkan dan merombak jadwal penerbangan LCC.
"Perawatan menyeluruh membutuhkan lebih banyak waktu. Maskapai penerbangan mungkin perlu mengorbankan satu segmen penerbangan atau mendedikasikan sumber daya tambahan untuk inspeksi," kata seorang mantan kepala perawatan.
Seorang mekanik yang bekerja di industri tersebut menggambarkan lingkungan jadwal perawatan LCC yang penuh tekanan:
"Kami berpacu dengan waktu. Pemeriksaan selama 28 menit hampir tidak cukup untuk memastikan pesawat layak terbang. Segala hal yang lebih rinci tidak akan sesuai dengan jadwal," ungkapnya.
BACA JUGA:
Mengingat kecelakaan tersebut, para ahli mendesak adanya perubahan prioritas.
"Sudah saatnya mengutamakan keselamatan daripada keuntungan. Hal yang paling minimum tidak cukup ketika nyawa dipertaruhkan," kata mantan kepala perawatan tersebut.
Terpisah, Jeju Air mengatakan mematuhi jadwal yang direncanakan dan inspeksi sebelum maupun setelah penerbangan.
"Kami benar-benar mematuhi jadwal yang direncanakan dan melakukan inspeksi pra-penerbangan dan pasca-penerbangan secara menyeluruh," kata Song Kyung-hoon, kepala dukungan manajemen maskapai, dalam jumpa pers pada 28 November.
"Operasi kami tidak dapat dikategorikan sebagai berlebihan atau terburu-buru," tambahnya.