Bagikan:

JAKARTA - Pakar penerbangan pada Hari Selasa menyoroti perlunya revisi regulasi aturan keselamatan bandara, termasuk yang terkait zona keselamatan landasan pacu, saat sorotan mengarah pada struktur beton dekat landasan pacu mungkin memperburuk tingkat keparahan korban dalam kecelakaan Jeju Air.

Keberadaan struktur beton turut menjadi materi pemeriksaan penyelidik tragedi tersebut untuk mencari penyebab kecelakaan, selain kemungkinan serangan burung.

Pesawat Boeing 737-800 milik maskapai penerbangan Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2216 dan registrasi HL8088 dari Bandara Internasional Suvarnabhumi, Thailand mengalami kecelakaan maut saat mendarat di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan pada 29 Desember.

Pesawat yang mengangkut 175 penumpang dan enam awak dalam penerbangan itu berubah menjadi bola api setelah melakukan pendaratan darurat dan menghantam dinding. Hanya dua awak pesawat yang selamat, dari peristiwa itu.

Struktur beton di dekat landasan pacu di Bandara Internasional Muan menampung sistem navigasi yang membantu pendaratan pesawat, yang dikenal sebagai localizer, dan terletak sekitar 250 meter dari ujung landasan pacu, dikutip dari The Korea Times 31 Desember.

Banyak pakar berpendapat jumlah korban bisa jadi jauh lebih rendah, jika struktur beton tersebut tidak ada.

Kementerian Transportasi telah membela posisi localizer tersebut, dengan menyatakan itu dipasang sesuai dengan regulasi yang ada.

Pedoman manajemen hambatan penerbangan pemerintah mengharuskan semua peralatan atau instalasi yang dianggap sebagai hambatan di lokasi bandara dipasang pada struktur yang mudah pecah, tetapi ini hanya berlaku di dalam area keselamatan ujung landasan pacu (RESA) yang telah ditetapkan.

RESA mengacu pada zona di luar ujung landasan pacu yang dirancang untuk mencegah kerusakan pesawat, jika terjadi pendaratan yang melampaui batas atau pendaratan yang tidak mencapai landasan pacu.

Kementerian mengatakan peralatan localizer di Muan tidak tunduk pada persyaratan ini, karena telah dipasang di luar RESA bandara yang berjarak 199 meter.

Jarak RESA minimum yang disyaratkan menurut standar internasional adalah 90 meter, menurut kementerian, meskipun jarak yang direkomendasikan adalah 240 meter.

Kementerian mengakui, beberapa bandara domestik, termasuk di Sacheon, Gyeongju, dan Muan, memiliki RESA yang lebih pendek dari yang direkomendasikan yaitu 240 meter.

Sementara itu, pedoman pemerintah terpisah yang berkaitan dengan desain fasilitas bandara dan lapangan terbang menetapkan, localizer harus disertakan dalam RESA yang diperluas untuk landasan pendekatan presisi.

Namun, para ahli telah menekankan perlunya merevisi peraturan terkait, dengan sebagian besar setuju keberadaan localizer memperburuk dampak kecelakaan.

"Meskipun mungkin tidak ada masalah hukum berdasarkan peraturan saat ini, peraturan ini sudah ada sejak saat kecelakaan seperti ini belum pernah terjadi," kata Chung Yoon-shik, profesor penerbangan di Universitas Katolik Kwandong.

"Sekarang setelah kecelakaan terjadi, peraturan perlu ditingkatkan," tambahnya.

Sementara, Hwang Ho-won, profesor hukum kedirgantaraan di Universitas Dirgantara Korea, menyuarakan pandangan tersebut, menegaskan masalahnya bukan hanya tentang jarak RESA.

"Gundukan beton yang dipasang secara tidak tepat harus disingkirkan terlebih dahulu dan sistem penahan material rekayasa (EMAS) harus dipasang," kata Hwang.

EMAS memungkinkan pesawat tenggelam ke dalam material ringan, yang membantu pesawat melambat dengan cepat saat melewati landasan pacu.

Hwang menambahkan, "Untuk bandara dengan RESA yang lebih pendek, EMAS dapat meningkatkan gesekan secara signifikan untuk mengurangi kecepatan pesawat, meningkatkan keselamatan selama pesawat melewati landasan atau lepas landas yang dibatalkan."