JAKARTA - Pengakuan mengejutkan datang dari pilot berpengalaman mengenai struktur beton di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan yang tengah menjadi sorotan di balik tragedi pesawat milik maskapai penerbangan Jeju Air yang terjadi Hari Minggu lalu.
Pilot senior yang telah bekerja selama tujuh tahun di bandara itu bersaksi, dirinya tidak pernah diberi tahu tentang keberadaan gundukan beton yang menampung localizer di ujung landasan pacu bandara, tidak dapat membedakannya dari gundukan tanah.
Struktur beton tersebut diyakini telah memperburuk tingkat keparahan kecelakaan secara signifikan, karena tabrakan pesawat dengan gundukan padat tersebut selama pendaratan darurat diduga telah memicu ledakan dahsyat.
Pilot dan instruktur penerbangan berinisial A, yang telah menggunakan Bandara Muan selama tujuh tahun, mengatakan kepada Yonhap News pada Hari Kamis, "Saya telah melihat gundukan tersebut dari udara selama lepas landas dan pendaratan yang tak terhitung jumlahnya dan berasumsi itu adalah tumpukan tanah. Tidak pernah terpikir oleh saya bahwa itu terbuat dari beton," dikutip dari The Korea Times 3 Januari.
"Tidak ada indikasi dalam peta bandara atau panduan terpisah yang menyebutkan gundukan tersebut adalah struktur beton setinggi 2 meter dan setebal 4 meter. Pilot lain juga tidak menyadari sifat aslinya," ungkapnya.
Lebih jauh, ia juga membahas masalah tabrakan burung, yang telah diduga sebagai kemungkinan penyebab kecelakaan.
Dikatakannya, pilot secara teratur memantau aktivitas burung menggunakan Layanan Informasi Terminal Bandara (ATIS).
"Menurut pengalaman saya, tabrakan burung terjadi kira-kira setahun sekali, biasanya memengaruhi sayap. Kami selalu memeriksa kondisi cuaca melalui transmisi frekuensi, dan Bandara Muan telah mengeluarkan peringatan aktivitas burung setiap hari akhir-akhir ini, dengan pengontrol lalu lintas udara memberi tahu kami jika ada burung di landasan pacu," urainya.
Diberitakan sebelumnya, Pesawat Boeing 737-800 milik maskapai penerbangan Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2216 dan registrasi HL8088 dari Bandara Internasional Suvarnabhumi, Thailand mengalami kecelakaan maut saat mendarat di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan pada 29 Desember.
Pesawat yang mengangkut 175 penumpang dan enam awak dalam penerbangan itu berubah menjadi bola api setelah melakukan pendaratan darurat dan menghantam dinding. Hanya dua awak pesawat yang selamat dari peristiwa itu.
Pakar penerbangan pada Hari Selasa menyoroti perlunya revisi regulasi aturan keselamatan bandara, termasuk yang terkait zona keselamatan landasan pacu, saat sorotan mengarah pada struktur beton dekat landasan pacu mungkin memperburuk tingkat keparahan korban dalam kecelakaan Jeju Air.
Keberadaan struktur beton turut menjadi materi pemeriksaan penyelidik tragedi tersebut untuk mencari penyebab kecelakaan, selain kemungkinan serangan burung.
Otoritas Korea Selatan (Korsel) selidiki sejumlah kemungkinan penyebab kecelakaan maut Jeju Air, termasuk memeriksa serangan burung dan keberadaan tanggul bandara, saat proses penyelidikan ditingkatkan pada Hari Selasa.
Pesawat menabrak tanggul dengan kecepatan tinggi dan meledak menjadi bola api. Mayat dan bagian tubuh berhamburan ke ladang di sekitarnya dan sebagian besar pesawat hancur dalam kobaran api.
"Sayangnya, benda itu adalah alasan semua orang tewas karena mereka benar-benar menabrak struktur beton," kata Kapten Ross "Rusty" Aimer, CEO Aero Consulting Experts, kepada Reuters.
"Seharusnya tidak ada (tanggul) di sana," tambahnya.
Pejabat Kementerian Perhubungan mengatakan, sebagian besar bandara Korea Selatan dibangun berdasarkan aturan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional yang merekomendasikan area keselamatan ujung landasan pacu sepanjang 240 meter (262 yard), meskipun hukum domestik mengizinkan penyesuaian lokasi beberapa instalasi dalam rentang yang tidak "secara signifikan memengaruhi kinerja fasilitas".
"Namun, kami akan memeriksa apakah ada konflik dalam peraturan kami sendiri, dan melakukan tinjauan tambahan terhadap standar keselamatan bandara kami," kata Kim Hong-rak, direktur jenderal kebijakan fasilitas navigasi udara dan bandara, dalam sebuah pengarahan.
Otoritas Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) menggunakan standar yang berbeda, imbuh Kim.
BACA JUGA:
Sementara, CEO Safety Operating Systems dan mantan pilot 737 John Cox mengatakan, desain landasan pacu "sama sekali (tidak)" memenuhi praktik terbaik industri, yang melarang adanya struktur keras seperti tanggul dalam jarak setidaknya 300 meter (330 yard) dari ujung landasan pacu.
Tanggul beton bandara tampaknya berjarak kurang dari setengah jarak tersebut dari ujung perkerasan, menurut analisis citra satelit Reuters.
Pejabat Korea Selatan mengatakan jaraknya sekitar 250 meter (273 yard) dari ujung landasan pacu itu sendiri, meskipun apron beraspal membentang melewatinya.
Dalam rekaman video, pesawat tampak melambat dan terkendali saat keluar landasan, kata Cox.
"Saat menabrak tanggul itu, tragedi pun terjadi," katanya.