JAKARTA - Bandara Internasional Muan, Korea Selatan memiliki tingkat serangan burung tertinggi di antara bandara regional negara itu, kendati tidak semua tabrakan dengan burung menyebabkan kerusakan.
Pesawat Boeing 737-800 milik maskapai penerbangan Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2216 dan registrasi HL8088 dari Bandara Internasional Suvarnabhumi, Thailand mengalami kecelakaan maut saat mendarat di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan pada 29 Desember.
Pesawat yang mengangkut 175 penumpang dan enam awak dalam penerbangan itu berubah menjadi bola api setelah melakukan pendaratan darurat dan menghantam dinding. Hanya dua awak pesawat yang selamat, dari peristiwa itu.
Bandara tersebut diketahui memiliki tingkat serangan burung tertinggi di antara 14 bandara regional di Korea, menurut seorang anggota parlemen oposisi pada Hari Senin, dikutip dari The Korea Times 30 Desember.
Penyebab kecelakaan maut tersebut saat ini dikaitkan dengan serangan burung, sementara pihak berwenang melakukan penyelidikan atas penyebab pastinya.
Kekhawatiran atas serangan burung telah meningkat sejak pembangunan awal bandara di Muan, Provinsi Jeolla Selatan, lantaran daerah yang terletak di dekat pantai barat negara itu tersebut memiliki dataran luas dan dataran lumpur yang menarik banyak burung migran.
Data Korea Airports Corp. yang diserahkan kepada anggota parlemen Lee Yeon-hee dari oposisi utama Partai Demokrat Korea menyebutkan, total 559 insiden serangan burung terjadi di 14 bandara regional yang dikelola oleh perusahaan milik negara tersebut dari tahun 2019 hingga Agustus tahun ini.
Bandara Internasional Gimhae memiliki jumlah insiden tabrakan burung tertinggi, yakni 147 insiden, diikuti oleh Gimpo (140), Jeju (119), Daegu (38) dan Cheongju (33).
Bandara Internasional Muan hanya memiliki 10 insiden tabrakan burung. Namun, jika mempertimbangkan tingkat kejadian relatif terhadap jumlah total penerbangan yang dioperasikan, bandara itu memiliki tingkat kejadian tertinggi di antara 14 bandara.
Dari Januari 2019 hingga Agustus 2024, ada 11.004 penerbangan dioperasikan di Muan, dengan tingkat tabrakan burung tercatat sebesar 0,09 persen.
Sebagai perbandingan, Bandara Gimhae, yang mengalami jumlah insiden tabrakan burung tertinggi, memiliki tingkat kejadian yang lebih rendah, yakni 0,03 persen jika mempertimbangkan jumlah penerbangan, dan menduduki peringkat kedelapan di antara 14 bandara.
Sementara Bandara Jeju, dengan jumlah penerbangan tertinggi yaitu 926.699, dan bandara Gimpo, dengan 757.479 penerbangan, memiliki tingkat kejadian yang lebih rendah yaitu masing-masing 0,01 persen dan 0,02 persen.
Kendati demikian, tidak semua tabrakan burung mengakibatkan kerusakan. Dari 559 insiden, hanya 20 yang tergolong menyebabkan kerusakan, artinya sekitar 3,58 persen mengakibatkan kerusakan pesawat.
Namun, tabrakan burung masih dianggap sebagai ancaman keselamatan utama bagi pesawat.
Menurut laporan Institut Lingkungan Korea, baik bandara maupun burung memiliki karakteristik penerbangan yang sama, artinya area yang paling cocok untuk bandara sering kali tumpang tindih dengan area yang ideal untuk habitat burung.
Profesor Lee Geun-young dari Universitas Transportasi Nasional Korea, mengatakan, "Bandara biasanya dibangun di area tanpa hambatan dan gangguan kebisingan minimal, itulah sebabnya bandara sering kali terletak di sepanjang garis pantai, dan tentu saja, burung ditemukan di area ini."
Di sisi lain, ahli mencatat, tidaklah tepat untuk menganggap Bandara Muan berada di area dengan jumlah burung migran yang luar biasa tinggi, mengingat Bandara Internasional Incheon dibangun di atas dataran pasang surut yang direklamasi yang juga berfungsi sebagai habitat burung migran.
Selain itu, bandara Gimpo dan Gimhae terletak di dekat area tersebut.
"Tidak tepat untuk mengatakan bahwa bandara di Muan sangat rentan terhadap serangan burung. Serangan burung dapat terjadi di bandara mana pun," kata Lee.
BACA JUGA:
Diketahui, insiden serangan burung tidak hanya menjadi perhatian di Korea tetapi juga di seluruh dunia.
Menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, total 97.751 serangan burung terjadi di 196 negara dari tahun 2008 hingga 2015. Ini berarti sekitar 14.000 insiden per tahun.
Meskipun bandara, baik di dalam negeri maupun internasional, telah menerapkan langkah-langkah seperti sistem deteksi radar, pesawat nirawak untuk mengusir burung dan pengelolaan habitat, kekhawatiran tetap ada lantaran solusi ini mungkin tidak sepenuhnya mengatasi penyebab masalah.
Hal ini telah menyebabkan munculnya seruan untuk langkah-langkah komprehensif, termasuk penelitian tentang ekosistem burung dan peningkatan pengelolaan lingkungan bandara, untuk secara efektif mengurangi risiko serangan burung.