Rakyat Taiwan Menolak Pernikahan SeJenis dalam Memori Hari Ini, 24 November 2018
Bendera Pelangi yang kerap jadi penanda eksistensi kaum LGBT. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, lima tahun yang lalu, 24 November 2018, mayoritas rakyat Taiwan tidak setuju dengan pelegalan pernikahan sejenis dalam sebuah referendum. Rakyat Taiwan hanya menghendaki pria berpasangan dengan wanita. Bukan sejenis.

Sebelumnya, parlamen Taiwan ngotot menghadirkan RUU pernikahan sejenis. Mereka ingin Taiwan jadi bagian Benua Asia pertama yang melegalkan pernikahan sejenis. Keinginan tak berlangsung mulus. Penolakannya muncul di mana-mana.

Efek pelegalan pernikahan sejenis di dunia barat menjelar ke mana-mana. Kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Asia kepincut. Taiwan, utamanya. Politikus setempat menganggap urusan pelegalan pernikahan sesama jenis memiliki urgensi tinggi sebagai rangkaian penegakan HAM.

RUU disiapkan. Demikian pula dengan narasinya. Empunya kuasa ingin jadi bagian Asia yang terang-terangan mendukung LGBT dan pernikahan sejenis. RUU kian nyaring disuarakan sedari 2005. Semenjak itu gerakan LGBT bak mengambil panggung nasional.

Keseriusan itu disambut dengan gegap gempita oleh kaum LGBT. Mereka tak lagi pusing menyakini dirinya bagian dari LGBT. Mereka mencoba menunjukkan dirinya. Semuanya bermuara dari dukungan politisi Taiwan.

Pernikahan sejenis antara Marc Yuan (kanan) da Shane Lin di Taipei, Taiwan pada 25 Mei 2019. (VOA/AFP/Sam Yeh)

Politisi yang mendukung RUU pernikahan sesama jenis mencapai 56 dari 113 anggota parlemen. Kondisi itu dianggap pintu keberhasilan penerimaan LGBT di Taiwan. Sebuah pintu supaya kaum LGBT mendapatkan kesetaraan, sebagaimana warga negara lainnya memperoleh haknya.

Namun, kondisi itu tak mudah diterima oleh segenap rakyat Taiwan. Banyak orang yang melanggengkan protesnya terhadap eksistensi LGBT. Utamanya, kaum agamis dan konservatif. LGBT dianggap bak kesesatan yang perlu dilarang dan diputus mata rantainya.

“Presiden Tsai Ing-wen, yang mulai menjabat pada musim semi lalu, mendukung legalisasi pernikahan sesama jenis, dan dia berpendapat bahwa hal itu akan memperkuat masyarakat. Politisi dari semua partai oposisi besar ikut serta.”

“Hsiao Bi-khim, seorang anggota parlemen yang memperkenalkan RUU tersebut pada tahun 2005, mengatakan kepada bahwa sejauh ini 56 dari 113 anggota DPR telah menyuarakan dukungan untuk setidaknya satu dari RUU pernikahan. Jumlah tersebut hanya terpaut satu suara dari jumlah yang dibutuhkan untuk lolos pada sesi legislatif berikutnya, yang dimulai pada bulan Februari,” tertulis dalam laporan Surat Kabar The New York Times berjudul Taiwan as a Same-Sex Marriage Pioneer (2016).

Dorongan pengesahan RUU pernikahan sejenis mengemuka pada 2017. Pengesahan RUU itu nantinya dianggap sebagai langkah bersejarah. Semua itu karena jika RUU lolos, maka Taiwan akan jadi tempat pertama di Asia yang memberikan ikatan tetap bagi pasangan sesama jenis.

Wang Yi (kanan), perempuan yang merupakan anggota militer Taiwan menikahi pasangan sejenisnya, Meng You Mei dalam sebuah pernikahan massal di Taipei, 30 Oktober 2020. (EPA)

Keinginan itu justru membuat gelora penolakan kian masif. Mayoritas rakyat Taiwan ingin melanggengkan adanya referendum yang jadi penentu pernikahan sejenis dilegalkan atau tidak. Opsi itu dikabulkan pemerintah lewat referendum yang berlangsung pada 24 November 2018.

Bak gayung bersambut. Mayoritas rakyat Taiwan justru tidak setuju dengan pelegalan pernikahan sejenis dalam referendum. Mereka hanya mengakui perkawinan antara pria dan wanita. Bukan pria dan pria atau wanita dengan wanita. Sekalipun, kemudian parlemen Taiwan tak peduli terhadap hasil referendum 2018. Pemerintah Taiwan justru tetap ngotot melegalkan pernikahan sejenis jadi UU pada 2019.

“Para pemilih di Taiwan telah menolak pernikahan sesama jenis dalam sebuah referendum. Hasil itu dianggap sebuah kemunduran oleh pasangan LGBT. Padahal mereka berharap Taiwan jadi negara pertama di Asia yang mengizinkan pernikahan sesama jenis. Pun urusan berbagi hak asuh anak dan tunjangan asuransi untuk pasangan LGBT.”

“Pemungutan suara pada hari Sabtu, yang diselenggarakan oleh kelompok Kristen mendukung struktur keluarga tradisional Tiongkok yang menolak pernikahan sesama jenis. Sekalipun prinsip itu bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi pada bulan Mei 2017,” tertulis dalam laporan laman The Guardian berjudul Taiwan Votes Down Same-Sex Marriage as China Welcomes Midterm Results (2018).

Pernikahan resmi pertama pasangan sejenis di Taiwan digelar di Taipei pada 24 Mei 2019. Gelaran ini diikuti beberapa pasangan sejenis.