Bagikan:

JAKARTA - TikTok dan perusahaan induknya, ByteDance, menghadapi sidang pengadilan penting pada  Senin 16 September terkait upaya hukum untuk memblokir undang-undang yang berpotensi melarang aplikasi tersebut di Amerika Serikat mulai 19 Januari.

Sidang yang digelar di Pengadilan Banding AS untuk Distrik Columbia ini akan menjadi penentu masa depan TikTok, aplikasi yang digunakan oleh 170 juta warga AS, di tengah minggu-minggu terakhir pemilihan presiden 2024.

Baik kandidat presiden dari Partai Republik, Donald Trump, maupun Wakil Presiden Kamala Harris aktif menggunakan TikTok untuk menarik pemilih muda.

TikTok dan ByteDance menentang undang-undang tersebut, dengan alasan bahwa larangan ini melanggar kebebasan berbicara yang dijamin oleh Konstitusi AS. Mereka menyebut aturan tersebut sebagai "penyimpangan radikal dari tradisi negara ini yang mendukung internet terbuka."

Undang-undang yang disahkan oleh Kongres AS pada April 2024 ini, didorong oleh kekhawatiran bahwa China dapat mengakses data warga AS atau memata-matai mereka melalui aplikasi tersebut. Presiden AS, Joe Biden, menandatangani undang-undang ini, memberikan waktu kepada ByteDance hingga 19 Januari untuk menjual TikTok, atau aplikasi ini akan menghadapi larangan di AS.

Namun, ByteDance berpendapat bahwa divestasi secara teknologi, komersial, dan hukum "tidak mungkin dilakukan," dan tanpa putusan pengadilan, TikTok akan menghadapi larangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

TikTok dan Departemen Kehakiman AS meminta agar keputusan hukum dibuat sebelum 6 Desember, sehingga Mahkamah Agung dapat mengambil keputusan sebelum larangan diberlakukan.

Meskipun undang-undang ini berfokus pada kepemilikan aplikasi oleh perusahaan China, Gedung Putih menyatakan bahwa langkah tersebut bukanlah upaya untuk menghapus TikTok, melainkan untuk memastikan keamanan nasional AS. Biden juga memiliki opsi untuk memperpanjang tenggat waktu selama tiga bulan jika ada kemajuan dalam penjualan TikTok.