JAKARTA - Gubernur Negara Bagian South Carolina resmi menandatangani Undang-Undang pelarangan terhadap semua jenis aborsi di negara bagian tersebut, Kamis 18 Februari waktu setempat.
McMaster yang merupakan seorang politisi Partai Republik mengatakan, menandatangani larangan aborsi menjadi Undang-Undang merupakan prioritasnya. Ia tidak bisa menutupi kebahagiannya dengan disahkannya larangan ini.
"Ada banyak hati bahagia yang berdebar di South Carolina saat ini," katanya sesaat sebelum penandatanganan Undang-Undang seperti dilansir Reuters.
Sebagai salah satu larangan aborsi yang paling ketat, Undang-Undang ini melarang aborsi setelah detak jantung janin terdeteksi. Umumnya pada usia kehamilan enam minggu, bahkan seringkali seorang wanita belum menyadari kehamilannya pada rentang waktu tersebut.
Sementara, secara umum di Amerika Serikat larangan aborsi memiliki ambang batas usia kehamilan 24 minggu. Namun, hukum South Carolina masih mengizinkan aborsi dalam beberapa keadaan, termasuk pemerkosaan, inses, atau jika nyawa ibunya dalam bahaya.
"Pertempuran kita belum berakhir. Tetapi, saya percaya fajar kemenangan ada di kita," kata McMaster.
Aborsi adalah salah satu masalah paling memecah belah di Amerika Serikat. Kubu pro aborsi mengatakan itu privasi wanita dan terkait dengan masalah kesehatan. Sementara kubu kontra aborsi mengatakan, hal tersebut tidak bermoral secara agama.
Sementara, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan, bahwa konstitusi melindungi hak wanita hamil untuk melakukan aborsi pada tahun 1973. Sejumlah negara bagian diketahui telah mengeluarkan pembatasan tentang aborsi seperti yang dilakukan South Carolina. Namuan, sebagian besar masih 'tergantung' di pengadilan (karena tuntutan pembatalan).
Misalnya saja seperti di Negara Bagian Iowa. Memiliki Undang-Undang yang serupa dengan South Carolina yang disahkan pada tahun 2018 silam. Undang-Undang itu dibatalkan oleh hakim negara bagian pada tahun 2019 atau selang setahun kemudian.
"Tidak diragukan lagi, bahwa aktivitas jantung seperti itu dapat dideteksi dengan baik sebelum janin menjadi layak," tulis Hakim Pengadilan Distrik Iowa Michael Huppert dalam keputusannya ketika itu.
Baru disahkan, Undang-Undang ini langsung mendapat gugatan dari kelompok masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan wanita, Planned Parenthood South Atlantic ke pengadilan federal.
BACA JUGA:
"Larangan itu tidak konstitusional, mengutip tentang sukses sebelumnya (upaya hukum) terhadap Undang-Undang serupa di negara bagian lain," kata Planned Parenthood South Atlantic dalam pernyataannya.
“Larangan ini secara terang-terangan menentang hampir 50 tahun preseden Mahkamah Agung yang melindungi hak seseorang untuk mengakhiri kehamilan,” sebut presiedn Pusat Hak Reproduksi Nancy Northup dalam sebuah pernyataan.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden diketahui pada penghujung Januari lalu menandatangani perintah eksekutif, terkait pencabutan larangan pemberian dana federal untuk kelompok bantuan internasional terkait aborsi, berujung pada penghapusan larangan aborsi.
Pada kesempatan yang sama, Biden juga membawa Amerika Serikat keluar dari Konsensus Jenewa 2020, kesepakatan bersama tidak mengikat lebih dari 30 negara yang menentang aborsi.