Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengklaim tak tahu ada pertemuan antara Ketua KPK Firli Bahuri dengan Syahrul Yasin Limpo yang kini jadi tersangka. Ia sudah menjelaskan hal ini ke Dewan Pengawas KPK saat diperiksa pada hari ini, Jumat, 27 Oktober.

“Saya sampaikan bahwa baik dugaan pemerasan, maupun juga pertemuan-pertemuan sebagaimana telah beredar luas, pertemuan di GOR bulutangkis, ataupun tempat-tempat lain, sekali lagi saya sampaikan, kami, saya secara pribadi tidak tahu,” kata Ghufron usai diperiksa di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Sementara soal pengusutan dugaan pemerasan terhadap Syahrul oleh Pimpinan KPK yang diurus Polda Metro Jaya, Ghufron tak mau banyak bicara. Ia hanya bilang semuanya harus berjalan sesuai prosedur yang ada.

"Semuanya tentu harus memenuhi dua hal, secara materiil ada dua alat bukti yang cukup, dan yang kedua, prosedurnya tentu harus sesuai prosedur yang ditentukan, baik dalam pemeriksaan tindak pidana korupsi, maupun dugaan pelanggaran etik nya," tegasnya.

Sebelumnya, Ghufron menjadi satu dari lima pimpinan komisi antirasuah yang memenuhi panggilan Dewan Pengawas KPK untuk diperiksa terkait dugan pertemuan Firli dan Syahrul. Anggota Dewan Pengawas Albertina Ho bilang Firli minta pemeriksaannya dijadwal ulang setelah 8 September meskipun alasannya tak jelas.

Sementara pimpinan yang lain bertugas dan Nawawi Pomolango sedang sakit. Akibatnya, penjadwalan ulang bakal dilakukan.

Adapun dugaan pertemuan antara Firli-Syahrul muncul di tengah pengusutan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian setelah ada foto yang tersebar. Laporan ke Dewan Pengawas KPK disampaikan oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum.

Dalam kasus korupsi yang ditangani KPK, Syahrul diduga memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Nominal yang dipatok Syahrul dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.

Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.

KPK kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya. Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah.