Perludem Sebut Isu Penundaan Pemilu ke 2027 Kontraproduktif, Bikin Kegaduhan Politik
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggaraini meminta semua pihak untuk menyudahi isu mengenai wacana penundaan Pemilu 2024 menjadi 2027.

Menurut Titi, bergulirnya isu pemilu serentak ditunda menjadi tahun 2027 merupakan hal yang tidak kompatibel dengan upaya penguatan demokrasi. Bahkan, hal ini bisa menimbulkan kegaduhan politik.

"Isu penundaan pemilu adalah isu yang kontraproduktif dengan upaya kita memperkuat demokrasi. Kalau kita ingin sungguh-sungguh memperkuat demokrasi kita dan mengatasi pandemi dengan lebih baik sebaiknya menghindari isu yang bisa memicu perlawanan publik dan kontrovesi dan kegaduhan politik," kata Titi dalam tayangan Youtube Titi Anggraini, dikutip VOI pada Jumat, 20 Agustus.

Titi menuturkan, wacana penundaan jadwal pemilu serentak memang pernah dilontarkan saat pemerintah dan DPR berencana merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pada tahun lalu.

Namun, rancangan UU Pemilu dan Pilkada dicabut dari prioritas legisalsi nasional tahun 2021. Sehingga, penundaan pemilu serentak mustahil dilakukan.

Lagipula, kata dia, Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Karenanya, penundaan pemilu presiden dan wakil presiden tidak dimungkinkan untuk dilakukan tanpa amandemen konstitusi pada Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945. Lalu, tidak dimungkinkan untuk memisahkan penyelenggaraan pilpres dengan pemilihan Anggota DPR dan DPD.

"Ini kalau digulirkan pemilu ditunda ke 2027 bukan tidak mungkin warga bisa turun ke jalan karena tidak puas. Padahal pandemi kita harus menjadi prioritas kita semua bagaimana kondusivitas dan seterusnya," ucap Titi.

"Jadi, lebih baik agenda ketatanegaraan kita, demokrasi elektoral kita. Apalagi, sudah disebut pada Pasal 7 dengan sangat tegas, masa jabatan presiden 5 tahun mestinya itu kita patuhi. Pemilu tetap di 2024 dan tidak usah berpikir untuk mengamandemen konstitusi dengan tujuan untuk menunda atau memperpanjang periodisasi," jelasnya.

Isu penundaan dibantah KPU

Berkembang kabar di media sosial soal kemungkinan pilkada serentak tahun 2024 diundur ke tahun 2027. Namun, hal ini dibantah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Warganet menyoroti pernyataan Ketua KPU Ilham Saputra yang menyebut ada wacana perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Kemungkinan wacana perubahan UU Pemilu yang mengubah jadwal pemilihan menjadi tahun 2027 dilakukan dengan mempertibangkan kondisi pandemi.

Anggota KPU I Dewa Raka Sandi pun memberi klarifikasi. Dewa menyebut, pernyataan ini dilontarkan setahun lalu, takni pada 23 Juni 2020. Saat itu, DPR dan pemerintah memang menggulirkan wacana revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Sampai akhirnya, revisi UU tak jadi dilakukan.

"Dua hari setelahnya, Ilham Saputra telah menyampaikan klarifikasi kepada media massa bahwa Pemilu sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 diselenggarakan pada tahun 2024," kata Dewa kepada wartawan, Selasa, 17 Agustus.