Bagikan:

JAKARTA - Pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos Asesmen Wawasan Kebangsaan (TWK) mengaku tak kaget dengan pernyataan keberatan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam melaksanakan tindakan korektif Ombudsman. Mereka menilai, komisi antirasuah di era Firli Bahuri jadi lembaga yang tak mau dikoreksi.

Padahal, tindakan korektif dari Ombudsman ini merupakan ujung dari maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam TWK yang jadi syarat alih status pegawai KPK.

"Kami tidak terkejut atas keputusan KPK terhadap respons atas rekomendasi resmi dari lembaga Ombudsman yang diberikan kewenangan untuk memberikan rekomendasi dan tindakan korektif. Sikap ini kami lihat sebagai sikap antikoreksi," kata perwakilan 75 pegawai nonaktif yang juga Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap kepada wartawan, Jumat, 5 Agustus.

Sebagai lembaga penegak hukum, KPK seharusnya bisa memberikan contoh bagi lembaga lain untuk taat pada aturan hukum tanpa pilih-pilih yang mana mau ditaati. Menurut Yudi, hasil laporan akhir terkait TWK yang dikeluarkan Ombudsman harusnya jadi bahan komisi antirasuah untuk melakukan perbaikan.

"Tindakan korektif dari Ombudsman sepatutnya dijadikan bahan KPK untuk perbaikan, bukan malah menyerang pemberi rekomendasi yang mencari solusi terhadap permasalahan status 75 pegawai KPK. Ini sama saja KPK memilih untuk kill the messenger bukannya mengapresiasi rekomendasi Ombudsman," tegasnya.

Lebih lanjut, Yudi juga mengatakan sikap Pimpinan KPK menunjukkan pernyataan telah memperjuangkan dia dan 74 pegawai lainnya yang tak lolos TWK hanya retorika belaka.

"Dalih bahwa Pimpinan KPK telah memperjuangkan hak dan nasib 75 orang pegawai KPK adalah suatu retorika belaka. Padahal seharusnya pimpinan KPK menjadikan rekomendasi Ombudsman sebagai dasar memperjelas status 75 pegawainya sesuai dengan Revisi UU KPK, Putusan MK, dan arahan Presiden sehingga 75 pegawai tersebut bisa kembali bekerja," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menyatakan keberatan dan tak akan menjalankan tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman RI setelah ditemukan maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pelaksanaan TWK.

Dalam keberatannya, KPK menganggap Ombudsman tidak adil dalam memberikan rekomendasinya. Komisi antirasuah juga menilai Ombudsman tak menghormati kewenangan mereka dalam pelaksanaan tes sebagai syarat alih status pegawainya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Adapun empat tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman yaitu meminta Pimpinan KPK tetap mengalihkan status Novel Baswedan dan 74 pegawai lain yang dinyatakan tak lolos TWK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Berikutnya, Ombudsman meminta KPK tidak menjadikan TWK sebagai dasar pemberhentian 75 pegawai. Kemudian, komisi antirasuah diminta pelaksanaan pendidikan kedinasaan soal wawasan kebangsaan terhadap pegawai yang dihentikan karena tak lolos TWK.

Terakhir, KPK diminta memberi penjelasan pada pegawainya tentang konsekuensi pelaksanaan TWK dalam bentuk informasi atau dokumen yang sah.