Bagikan:

JAKARTA - Empat tindakan korektif yang dikeluarkan Ombudsman RI terkait temuan maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ogah dijalankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini justru menegaskan tes yang jadi dasar alih status pegawainya tidak seharusnya dicampuri pihak lain.

Sikap KPK ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers yang ditayangkan daring di YouTube KPK RI. Saat itu dia didampingi Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dan Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri.

"Kami menyampaikan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI kepada KPK," kata Ghufron, Kamis, 5 Agustus.

Ada 13 poin keberatan KPK yang berujung pada penolakan melaksanakan tindakan korektif sesuai laporan Ombudsman RI. Poinnya tersebut, di antaranya komisi antirasuah menganggap Ombudsman melanggar kewajiban hukum untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan.

KPK juga memandang bahwa legal standing pelapor bukan masyarakat penerima layanan publik KPK sebagai pihak yang berhak melapor dalam pemeriksaan Ombudsman.

Selain itu, KPK berpendapat pokok perkara pembuatan peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan dan penetapan hasil TWK yang diperiksa oleh Ombudsman bukan perkara pelayanan publik. KPK juga membantah ada penyisipan materi TWK dalam tahapan pembentukan kebijakannya.

Ghufron mengatakan, pelaksanaan TWK sudah dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Dia menegaskan bahwa tidak ada maladministrasi apapun dalam pelaksanaan tes tersebut.

Poin keberatan lainnya, KPK merasa keberatan dengan temuan adanya manipulasi tanggal atau backdate Nota Kesepahaman kerjasama antara KPK dengan Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Ghufron mengatakan nota kesepahaman ini tak pernah digunakan dan tidak ada konsekuensi hukumnya dengan keabsahan TWK dan hasilnya.

Tak hanya itu, komisi antirasuah menyebut tindakan korektif dari hasil laporan Ombudsman RI tak memiliki hubungan sebab akibat dan bertentangan antara kesimpulan dengan laporan akhir.

Dengan berbagai keberatan ini, Ghufron mengatakan pihaknya akan segera mengirim surat ke Ombudsman RI. Surat ini, kata dia, bahkan dikirimkan pada Jumat, 6 Agustus.

Sikap KPK ini lantas disebut memalukan oleh Novel Baswedan. Dia merupakan 1 dari 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK dan dinonaktifkan.

"Luar biasa, ini memalukan, dan menggambarkan hal yang tidak semestinya dilakukan oleh pejabat penegak hukum. Karena kaidah penting yang mesti dipegang oleh pejabat penegak hukum adalah taat hukum dan jujur. Sayangnya, pimpinan KPK tidak bisa menjadi contoh atas hal itu," ujarnya melalui keterangan tertulisnya.

Dia juga menganggap temuan Ombudsman tersebut sebenarnya menunjukkan adanya skandal serius dalam proses pemberantasan korupsi. "Mestinya Pimpinan KPK malu ketika ditemukan fakta itu. Setidaknya minta maaf," ujarnya.

Sebelumnya, Ombudsman RI meminta Pimpinan KPK tetap mengalihkan status Novel Baswedan dan 74 pegawai lain yang dinyatakan tak lolos TWK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Permintaan ini merupakan satu dari empat tindakan korektif yang disampaikan ke KPK setelah mereka menemukan maladministrasi dalam proses pelaksanaan tes tersebut.

Langkah korektif lainnya adalah tidak menjadikan TWK sebagai dasar pemberhentian 75 pegawai dan meminta pelaksanaan pendidikan kedinasaan soal wawasan kebangsaan terhadap pegawai yang dihentikan karena tak lolos TWK.

Terakhir, KPK diminta memberi penjelasan pada pegawainya tentang konsekuensi pelaksanaan TWK dalam bentuk informasi atau dokumen yang sah.